Liputan6.com, Jakarta - Berbagai kasus hukum mewarnai 2017. Masing-masing kasus punya karakteristik sendiri. Kekhasan itu pula yang membuat suatu kasus lebih punya daya tarik bagi publik ketimbang kasus lain.
Daya tarik itu bisa saja dari sisi skala kejahatan, pro-kontra di masyarakat, drama-drama yang mewarnai perjalanan kasus, hingga figur-figur yang terlibat di dalamnya.
Liputan6.com merangkum kasus-kasus hukum yang menjadi perhatian publik sepanjang 2017. Tidak semua kasus terjadi pada tahun yang sama. Beberapa bahkan terjadi beberapa tahun sebelumnya. Namun, kasus itu mendapat momentum di tahun 2017.
Advertisement
Berikut daftarnya:
1. Korupsi Hakim MK Patrialis Akbar
Operasi penindakan KPK di awal tahun 2017 membuat publik terhenyak. Sekali lagi, Hakim Mahkamah Konstitusi terjerat kasus korupsi, di tengah harapan yang tinggi pada MK sebagai pengawal konstitusi.
Kali ini Patrialis Akbar yang menjadi pesakitan, setelah sebelumnya hakim konstitusi Akil Mochtar juga ditangkap KPK 2013 silam. Patrialis diduga menerima menerima suap terkait permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Pada Juli 2017, perkara yang menjerat Patrialis disidangkan. Ia didakwa menerima hadiah berupa uang sejumlah USD 20 ribu, uang USD 20 ribu, USD 20 ribu, uang USD 10 ribu, dan Rp 4 juta.
Selain itu, mantan politis PAN itu disebut menerima janji pemberian uang sebesar Rp 2 miliar. Dalam dakwaan, Jaksa KPK menilai Patrialis menerima suap agar mempengaruhi putusan uji materi perkara nomor 129/PUU-XII/2015. Pada 4 September 2017, Patrialis divonis bersalah.
Hakim menilainya terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Patrialis divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia sendiri menerima putusan dan tidak mengajukan banding.
2. Penistaan Agama oleh Ahok
Kasus ini bermula dari sebuah video yang diunggah Pemprov DKI. Konten video berisi pidato sambutan Basuki Tjahja Purnama atau Ahok di Pulau Pramuka pada 27 September 2016.
"Kan, bisa saja dalam hati kecil Bapak-Ibu, enggak pilih saya karena dibohongi (orang) pakai Surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak-Ibu. Kalau Bapak-Ibu merasa enggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin, begitu, enggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak-Ibu. Program ini (budi daya kerapu) jalan saja. Jadi, Bapak-Ibu enggak usah merasa enggak enak karena nuraninya enggak bisa pilih Ahok," kata Ahok saat itu.
Pernyataan yang menyinggung Surat Al Maidah menjadi polemik. Beberapa orang melaporkan Ahok ke polisi atas dugaan penistaan agama.
Kasus itu juga sempat memicu demonstrasi besar menuntut penegakkan hukum yang segera. Aksi yang paling masif terjadi pada 2 Desember 2016. Unjuk rasa itu kemudian dikenal sebagai Aksi 212. Kasus ini pun terus bergulir hingga 2017.
Publik terbelah menyikapi kasus ini. Dalam pengusutan kasus ini, Polri melakukan gelar perkara 'terbuka terbatas'. Sebuah hal yang tak lazim dalam penegakkan hukum.
Kapolri jenderal Tito Karnavian mengambil kebijakan itu untuk meredam polemik yang meluas hingga ke daerah-daerah. Langkah tersebut juga ingin menunjukan Polri transparan dalam mengusut dugaan penistaan agama Ahok.
Akhirnya, penyidik memutuskan menaikan status Ahok sebagai tersangka. Kasus ini berakhir di pengadilan. Majelis Hakim yang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto memvonis Ahok dua tahun penjara, Selasa, 9 Mei 2017.
Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya menuntutnya dengan hukuman satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
Hakim menilai perbuatan Ahok meresahkan warga dan dapat memecah antargolongan. Ahok juga merasa tidak bersalah sehingga memberatkan hukumannya.
Advertisement
3. Penipuan Umrah First Travel
Gelagat persoalan di tubuh PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel mulai tampak akhir Maret 2017. Perusahaan biro umrah itu gagal memberangkatkan jemaahnya. Jemaah umrah terpaksa diinapkan di sekitar Bandara Soekarno Hatta.
Semakin lama, jumlah calon jemaah yang gagal diberangkatkan terus bertambah. Kementerian Agama, yang punya otoritas dalam persoalan itu, berkali-kali meminta klarifikasi. Namun, manajemen First Travel kerap berkelit.
Puncaknya pada Juli 2017. Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memerintahkan First Travel menghentikan penjualan paket promonya. Usut punya usut, perusahaan itu disinyalir melakukan investasi ilegal dan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin.
Sebulan kemudian, Kementerian Agama mencabut izin operasional First Travel. First Travel dinilai melakukan pelanggaran undang-undang tentang penyelenggaraan ibadah haji karena menelantarkan jemaahnya. Korban yang gagal diberangkatkan mencapai 58.682 orang.
Di sisi lain, Polri menelusuri dugaan tindak pidana yang dilakukan First Travel. Puncaknya Bareskrim Polri menetapkan direktur utama First Travel Andika Surachman dan direktur First travel Anniesa Desvitasari Hasibuan sebagai tersangka atas dugaan penipuan dan melanggar UU ITE.
Kasus itu juga menyeret Adik Anniesa Hasibuan, Siti Nuraida Hasibuan alias Kiki Hasibuan, yang menjabat komisaris di First Travel. Publik juga terhenyak ketika polisi mengungkap kehidupan mereka yang bergelimang kemewahan, kontras dengan nasib ribuan jemaah yang justru gagal mereka berangkatkan. 6 Desember lalu, Polri telah melimpahkan kasus ini ke Kejaksaan negeri Depok.
4. Chat Mesum Rizieq Shihab
Tokoh FPI, Rizieq Shihab, terjerat beberapa kasus sepanjang 2017. Ia menjadi tersangka dugaan penghinaan Pancasila.
Namun, ada satu kasus yang paling menjadi sorotan, yakni percakapan bernuansa mesum yang melibatkan dirinya dan Firza Husein.
Polisi bergerak menangani kasus chat seks itu. Alih-alih menangkap penyebar, polisi justru menetapkan Rizieq dan Firza dalam kasus tersebut.
Polisi berdalih kesulitan melacak pemilik dan pembuat akun baladacintarizieq.com, yang menyebarkan konten porno. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, hingga saat ini proses penyidikan kasus tersebut masih berlanjut. Polisi masih melakukan pemberkasan.
Penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melayangkan surat panggilan terhadap Rizieq sebagai saksi dalam kasus chat seks ini. Namun beberapa saat setelah surat dikirim, Rizieq dan keluarganya terbang ke Tanah Suci dengan alasan ibadah umrah pada akhir April 2017.
Polisi kembali melayangkan surat panggilan kedua untuk Rizieq pada 8 Mei 2017. Pentolan FPI itu dijadwalkan diperiksa sebagai saksi pada 10 Mei 2017.
Namun posisi Rizieq yang masih berada di luar negeri membuat dirinya tidak bisa memenuhi panggilan penyidik. Rizieq sempat diancam bakal dijemput paksa lantaran dua kali tak mengindahkan panggilan pemeriksaan oleh penyidik.
Hingga akhirnya, polisi meningkatkan status hukum Rizieq. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pornografi berupa chat seks diduga dengan Firza pada Senin 29 Mei 2017 malam.
Rizieq Shihab dijerat Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 29 dan atau Pasal 6 juncto Pasal 32 dan atau Pasal 9 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Penetapan tersangka terhadap Rizieq dilakukan setelah Firza lebih dulu berstatus tersangka pada Selasa 16 Mei 2017. Penetapan tersangka dilakukan melalui gelar perkara setelah penyidik beberapa kali memeriksa Firza dan saksi-saksi lainnya.
Tidak ada penahanan meski keduanya telah berstatus tersangka. Rizieq sendiri hingga saat ini masih berada di luar negeri. Rizieq sempat tinggal di Malaysia beberapa hari untuk keperluan studi sebelum akhirnya kembali ke Arab Saudi lagi.
Kabar kepulangan Rizieq beberapa kali digulirkan. Mulai dari sebelum musim haji, setelah haji, milad FPI, hingga saat momentum Reuni Akbar Alumni 212 awal Desember kemarin. Hingga saat ini, rencana kepulangan Rizieq ke Tanah Air masih menjadi misteri.
Advertisement
5. Pelanggaran UU ITE Buni Yani
Kasus Buni Yani beririsan dengan kasus penisataan agama yang melibatkan Ahok. Buni Yani mengunggah cuplikan video pernyataan Ahok di Pulau Pramuka yang kontroversial, pada awal Oktober 2016. Dalam video itu Ahok menyitir surat Al Maidah ayat 51.
Dalam cuplikan video yang diunggahnya, Buni Yani menyertakan transkrip pidato Ahok. Postingan di laman media sosial itu dia beri judul 'PENISTAAN TERHADAP AGAMA?'.
Ada bagian pernyataan Ahok yang hilang dalam transkrip yang dibuat Buni Yani. Hal itu dianggap berdampak pada berubahnya makna kalimat yang disampaikan Ahok terkait surat Al Maidah ayat 51.
Postingan itu dinilai membuat keresahan. Terlebih, saat itu menjelang Pilkada DKI 2017. Advokat Muda Ahok-Djarot (Kotak Adja) melaporkan Buni Yani ke Polisi.
Setelah dilaporkan polisi, Buni Yani mengaku kerap mendapat teror. Ia pun sempat melaporkan balik pelapornya.
Buni Yani mulai diperiksa pada 10 November 2017. Pada 23 November Ditkrimsus Polda Metro Jaya menetapkannya sebagai tersangka.
Buni Yani dijerat Pasal 28 Ayat (2) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penyidik menilai statusnya di Facebook dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan.
Pro-kontra muncul dalam kasus Buni Yani. Ada yang mendukung, ada pula yang mencibir. Awal Desember, Buni Yani mengajukan praperadilan. Namun, hakim menolak gugatannya.
Kasus itu pun terus bergulir ke persidangan. Ruangan pengadilan kerap dipenuhi pendukung Buni Yani tiap kali persidangan. Di akhir persidangan, Hakim memvonis Buni Yani bersalah dengan hukuman 1 tahun 6 bulan. Namun, dalam putusannya, hakim tak menyertakan perintah penahanan.
6. Korupsi E-KTP
Perjalanan kasus e-KTP mendapat momentum di tahun 2017. Kasus itu sebelumnya ditangani Kejaksaan Agung sejak 2010. Belakangan mega korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 Triliun itu ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2014.
Komisi Antirasuah butuh waktu tiga tahun untuk menyeret tersangka kasus itu ke pengadilan. Irman mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil diadili ke meja hijau Maret 2017.
Dari sana kasus yang melibatkan eksekutif, legislatif, dan pihak swasta mulai terkuak. KPK kemudian menetapkan Andi Narogong, dari pihak swasta sebagai tersangka di bulan yang sama.
Peran anggota dewan di Senayan terkuak dalam pemeriksaan anggota DPR Miryam S Haryani. Belakangan, ia mencabut Berita Acara Pemeriksaan di persidangan. Ia mengkau mendapat tekanan penyidik KPK.
Meski kemudian, Miryam dijerat pidana karena memberikan keterangan palsu di pengadilan. KPK jalan terus mengusut kasus itu. Puncaknya pada 17 Juli 2017, Ketua DPR Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka.
Ia diduga berperan dalam proses perencanaan, penganggaran, hingga pengadaan proyek e-KTP yang jadi bancakan. Beberapa kali Setya Novanto mangkir panggilan pemeriksaan KPK karena alasan sakit.
Ia sempat lepas dari jerat KPK setelah pengajuan praperadilannya dikabulkan Hakim Cepi Iskandar. KPK tak patah arang. Setya Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka pada 31 Oktober 2017.
Lagi-lagi, Novanto mangkir pemeriksaan KPK. Penyidik KPK menyambangi rumahnya di jalan Wijaya, Jakarta Selatan, untuk melakukan panggilan paksa, 15 November 2017.
Ia sempat menghilang hingga terlibat kecelakan di Jalan Permata Berlian, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, sehari kemudian. KPK akhirnya menahannya setelah dinyatakan sehat oleh dokter.
Setya Novanto sempat mengajukan praperadilan. Namun porsesnya runtuh di tengah jalan ketika Pengadilan Tipikor menggelar sidang perdana terhadap Novanto.
Sidang praperadilan Setya Novanto sempat diwarnai drama. Ia mengaku sakit saat beberapa kali ditanya hakim. Namun, hakim memutuskan persidangan terus berjalan.
Pengadilan tipikor telah memvonis tiga orang dalam kasus e-KTP. mereka adalah Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong. Persidangan Setya Novanto sendiri masih terus berjalan.
Advertisement