Sukses

BSSN Resmi Berdiri, Penerapan Sertifikat Digital Segera Diperluas

Tak sekadar berubah nama, BSSN juga naik kelas karena langsung berada di bawah presiden, tak lagi bertanggung jawab kepada Menko Polhukam.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi melantik Djoko Setiadi sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) di Istana Negara Jakarta, Rabu pagi. Djoko sendiri sebelumnya adalah Kepala Lemsaneg, lembaga yang kini berganti wajah menjadi BSSN.

BSSN bukan merupakan lembaga baru yang dibentuk, namun merupakan revitalisasi Lembaga Sandi Negara dengan tambahan Direktorat Keamanan Informasi, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Tak sekadar berubah nama, BSSN juga naik kelas karena kini langsung berada di bawah presiden, tak lagi bertanggung jawab kepada Menko Polhukam saat masih bernama Lemsaneg. Hal ini tak lepas dari pentingnya posisi BSSN menuju era digital dan perang siber di masa depan.

Hal ini ditegaskan Presiden Jokowi, bahwa BSSN adalah sebuah badan yang sangat penting dan ke depannya sangat diperlukan oleh negara, terutama dalam mengantisipasi perkembangan dunia siber yang pertumbuhannya sangat cepat.

"Karena itu, diperlukan perubahan dalam rangka penguatan peran dan fungsi BSSN ke depannya," kata Jokowi di Stasiun Sudirman Baru, Jakarta, Selasa siang 2 Januari 2018.

Penguatan itu antara lain perluasan kewenangan yang ada. Kalau selama ini Lemsaneg hanya punya kewenangan melayani serta mengamankan dokumen instansi pemerintah, BSSN akan bergerak lebih dari itu.

"Lemsaneg memiliki unit teknis yaitu Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE) yang dapat memberikan layanan sertifikat digital untuk instansi pemerintah. Dengan dibentuknya BSSN, layanan sertifikat digital dapat diberikan kepada pihak yang lebih luas, tidak hanya untuk instansi pemerintah," jelas Ade Putri, staf Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE) kepada Liputan6.com, Kamis (4/1/2018).

BSrE sendiri adalah Unit Pelaksana Teknis BSSN yang bertugas melaksanakan pemberian pelayanan penerbitan dan pengelolaan sertifikat digital atau elektronik.

Ini menjadi salah satu concern utama dari BSSN, yaitu menerbitkan sertifikat digital atau elektronik, yang berisi tanda tangan digital dan identitas diri pemilik sertifikat.

"Sertifikat elektronik dapat digunakan sebagai subjek hukum dalam bertransaksi elektronik ataupun berkegiatan di dunia elektronik. Dengan sertifikat elektronik, segala informasi yang ada di dunia elektronik dapat dipertanggungjawabkan," ujar Ade.

Dia menjelaskan, sertifikat digital atau elektronik adalah softfile berukuran sekitar 4 kilobyte. Softfile itu berisi tanda tangan digital yang merupakan tanda tangan elektronik yang paling tinggi keamanannya. Dengan sertifikat itu, setiap orang nantinya bisa melakukan transaksi apa saja yang bersifat elektronik.

"Misalnya, kalau kita akan membuka rekening di bank atau mengurus izin di kantor pemerintah, tak lagi harus antre. Cukup mengisi formulir dan memasukkan tanda tangan digital pribadi, selesai sudah," papar Ade.

Bahkan, nantinya dapat dimungkinkan sertifikat elektronik ini menjadi identitas digital untuk berselancar bagi setiap orang yang akan memanfaatkan media sosial, seperti Facebook, Instagram atau Twitter.

2 dari 2 halaman

Sertifikat Penangkal Hoax

Sertifikat digital atau elektronik ternyata tidak hanya dapat digunakan untuk bertransaksi sebagaimana perintah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Di masa depan, sertifikat elektronik juga bisa dimanfaatkan untuk pengguna media sosial.

Dengan pengguna medsos memiliki sertifikat elektronik, maka potensi akan menyebarnya berita-berita hoax bisa diminimalisir. Namun, apakah langkah tersebut tidak melanggar privasi seseorang?

"Harus lihat dulu privasi dalam hal apa? Perbincangan atau orang yang berbincang? Kalau isi perbincangan sama sekali tidak dilihat ataupun diambil kontennya. Tapi, sertifikat elektronik menjamin keaslian dan antipenyangkalan dari orang yang mengeluarkan pernyataan," jelas Ade.

Dia mengatakan, apabila sertifikat elektronik digunakan pada media sosial tak lain untuk memastikan keaslian dari tulisan atau unggahan seseorang. Ketika tulisan itu bermasalah atau melanggar hukum, maka dapat diketahui apakah tulisan tersebut asli atau telah dimodifikasi.

"Apabila menggunakan sertifikat elektronik, tidak bisa lagi orang asal mengeluarkan kalimat-kalimat provokatif atau bohong dan merasa aman dengan menuliskan namanya sebagai anonymous," ujar Ade.

Kendati demikian, penerapan sertifikat elektronik pada media sosial masih perlu dikaji lebih lanjut dan perlu adanya regulasi yang menjadi payung hukumnya.

Langkah ini sesuai dengan apa yang disampaikan Kepala BSSN Djoko Setiadi. Menurut dia, lembaga baru yang dipimpinnya punya tugas penting saat Indonesia memasuki tahun politik 2018 dan 2019, salah satunya menghadapi berita-berita hoax.

"Langkah strategis yang harus dikerjakan antara lain membuat Undang-Undang Keamanan Siber yang menjadi dasar bagi negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia," ujar Djoko saat dihubungi Liputan6.com, Rabu 3 Januari 2018.

Tidak sendirian, BSSN akan merangkul banyak pihak untuk sama-sama mewujudkan langkah jangka pendek itu, agar berita-berita hoax yang beredar di tahun politik bisa diantisipasi.

"Ini nantinya akan bersinergi dengan seluruh komponen bangsa dan negara dalam menangkal berita-berita bohong atau berita hoax. Sinergi ini akan sangat bermanfaat untuk menyebarluaskan informasi yang akurat, valid dan terpercaya kepada masyarakat," tegas Djoko.

Jadi, meski BSSN adalah lembaga baru, tugas berat langsung menanti di depan mata. Namun, Djoko menegaskan lembaganya siap mengemban tugas tersebut. "Tujuan kami mengamankan dan membantu pemerintah menangani dunia siber," pungkas dia.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

 

Â