Sukses

Anies Akui Tak Pernah Diminta Mahar Oleh Prabowo saat Pilkada DKI

Anies menegaskan, tidak ada mahar yang diminta maupun diberikan saat pencalonan gubernur DKI Jakarta 2017 lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menanggapi isu mahar yang diminta Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kepada mantan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattalitti. La Nyalla gagal menjadi calon Gubernur Jawa Timur 2018 lantaran diminta mahar puluhan miliar rupiah oleh Prabowo sebelum SK pencalonannya keluar.

Anies menunjukkan raut wajah bingung saat diminta konfirmasinya mengenai kabar tersebut. Kemudian dia pun menjawab singkat.

"Enggak ada," jawab Anies Baswedan saat usai melantik pengurus PKK Provinsi DKI Jakarta di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat, 12 Januari 2018.

Saat ditanya mengenai proses Pilgub DKI 2017 silam dengan Gerindra, Anies melontarkan jawaban serupa. Orang nomor 1 DKI yang menggunakan baju koko putih dan peci serta berselandang batik cokelat di leher ini sempat tertawa.

"Enggak ada, duit dari mana saya," ujarnya sambil tertawa kecil.

Ia pun kembali menegaskan, tidak ada mahar yang diminta maupun diberikan saat pencalonan gubernur DKI Jakarta 2017 lalu.

"Enggak ada," Anies menegaskan.

2 dari 3 halaman

La Nyalla Dimaki Prabowo

Mantan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattalitti gagal mendaftar sebagai calon Gubernur Jawa Timur. Padahal politikus Partai Gerindra ini sudah jauh-jauh hari menyatakan diri akan maju ke Pilgub Jatim. Dia juga mengatakan telah mengantongi dukungan dari Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto.

Kegagalan ini membuat La Nyalla kecewa. Sebab, ternyata partainya tak mengusung dia sebagai cagub.

Kekecewaan dan kekesalan itu ditumpahkan La Nyalla dalam konfrensi persnya, Kamis 11 Januari 2018. Dia membeberkan segala upaya yang sudah dilakukan, juga uang yang telah dikeluarkan demi bisa ikut Pilkada Jatim.

Dia mengungkapkan, telah menemui Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, namun diminta mengeluarkan sejumlah uang. Nilainya pun fantastis, hingga puluhan miliar.

Tak hanya itu, La Nyalla juga mengaku dimaki-maki Prabowo.

"Saya kan ditelfon sama Fadli Zon (Wakil Ketua Umum Gerindra). Ini saya, Mas. Ini untuk apa saya dipanggil sama 08 (Prabowo) dimaki-maki, dimarah-marahin dan disuruh serahkan uang saksi? Loh saya datang ke sana itu buat dampingi ngasih rekom (Sudrajat), kok saya dimaki-maki, loh saya ini siapa?" ujar La Nyalla.

La Nyalla jelas tak menerima perlakuan ini. "Prabowo ini siapa? Saya bukan pegawai dia, kok dia maki-maki saya?"

Untuk bisa ikut Pilkada Jatim, politikus Gerindra ini mengungkapkan telah mengeluarkan uang Rp 5,9 miliar.

"Saya juga sudah buka cek Rp 70 miliar, sudah dibawa oleh saudara Daniel (Pengusaha Tubagus Daniel Hidayat) ke Hambalang (kediaman Prabowo). Hambalang juga saya nggak tahu," ungkap La Nyalla.

Meski demikian, kata La Nyalla, dia masih belum mendapat rekomendasi dari sang Ketua Umum untuk bisa maju di Pilkada Jatim.

"Begitu sudah lama kok kita nggak direkom-rekom, nah saudara Daniel menelpon dan sempat bertemu. Nah dia bilang siapkan Rp 150-170 miliar, nanti akan dibawa ke Prabowo langsung," papar dia.

La Nyalla sendiri mengaku tidak bersedia membayar seluruh uang "mahar" yang diminta itu.

"Saya sudah sampaikan, semua ini cair kalau sudah resmi jadi calon gubernur. Belum apa-apa saya sudah diperes," kata dia.

"Tanya sama Fadli Zon, saya disuruh siapkan uang Rp 40 miliar saya nggak mau."

3 dari 3 halaman

Tanggapan Fadli Zon

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah tudingan La Nyalla terkait adanya permintaan uang sebesar Rp 40 milliar oleh Prabowo Subianto. Fadli mengaku tidak pernah mendengar ataupun menemukan bukti akan pernyataan itu.

Dia meyakini Prabowo hanya menanyakan kesiapan finansial La Nyalla sebagai kebutuhan logistiknya selama Pilkada Jatim 2018.

"Kalau misalnya itu terkait dipertanyakan kesiapan untuk menyediakan dana untuk pemilik yang digunakan untuk dirinya sendiri itu sangat mungkin," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2018).

Dia menjelaskan logistik sangat dibutuhkan saat pertarungan, apalagi kebutuhan Pillkada sangat besar. Seperti halnya untuk pemenangan baik digunakan untuk pertemuan, perjalanan, konsumsi, untuk saksi dengan jumlah tempat pemungutan suara yang sangat besar, hingga untuk gerakan relawan.

"Jadi saya kira wajar, bukan untuk kepentingan pribadi, kepentingan partai, tapi kepentingan yang bersangkutan," ujar dia.

Karena hal itu, Fadli menyebut terdapat kesalahpahaman di antara keduanya. Sehingga permasalahan itu dapat dikomunikasikan kembali.

"Saya kira itu miskomunikasi, saya kira bisa diperdebatkan apa yang dimaksud. Mungkin itu komunikasi saja," jelas Fadli.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: