Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman berkomentar soal kabar money politics atau mahar poltik yang belakangan berhembus. Menurut dia, pihaknya terus memperhatikan hal tersebut agar tak mencederai proses demokrasi.
"KPU akan ingatkan, supaya ini menjadi pelajaran, karena makin banyak temuan semacam ini," kata Arief dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya di Resto Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/2/2018).
Menurut dia, secara langsung pengawasan terhadap money politics bukan tugas KPU. Namun, pihaknya menjadikan ini konsen dan tanggung jawab untuk semakin selektif menseleksi para bakal calon.
Advertisement
"Tentu kami punya konsen dan tanggung jawab moral mana calon yang baik, regulasi dibuat juga semakin ketat, mahar politik atau money politics itu sanksinya berat," tegas Arief.
Mahar politik mencuat setelah La Nyalla Mattalitti buka-bukaan terkait dugaan adanya permintaan uang miliaran rupiah dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kepada dirinya.
La Nyalla mengaku melaporkan hal tersebut ke para ulama di Jatim dan Jakarta yang telah mendukungnya. Termasuk kepada Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais dan Rachmawati.
Kepada Amien dan Rachmawati, La Nyalla menyatakan dirinya bukan tak sanggup mengemban tugas dari Gerindra soal syarat uang. Ia hanya ingin rekomendasi sebagai cagub Jatim keluar dahulu sebelum membayarkan uang miliaran rupiah yang diminta Prabowo.
Bantahan Fadli Zon
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah tudingan La Nyalla terkait adanya permintaan uang sebesar Rp 40 milliar oleh Prabowo Subianto. Fadli mengaku tidak pernah mendengar ataupun menemukan bukti akan pernyataan itu.
Dia meyakini Prabowo hanya menanyakan kesiapan finansial La Nyalla sebagai kebutuhan logistiknya selama Pilkada Jatim 2018.
"Kalau misalnya itu terkait dipertanyakan kesiapan untuk menyediakan dana untuk pemilik yang digunakan untuk dirinya sendiri, itu sangat mungkin," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2018).
Dia menjelaskan, logistik sangat dibutuhkan saat pertarungan, apalagi kebutuhan pilkada sangat besar. Seperti halnya untuk pemenangan baik digunakan untuk pertemuan, perjalanan, konsumsi, untuk saksi dengan jumlah tempat pemungutan suara yang sangat besar, hingga untuk gerakan relawan.
"Jadi saya kira wajar, bukan untuk kepentingan pribadi, kepentingan partai, tapi kepentingan yang bersangkutan," ujar dia.
Karena hal itu, Fadli menyebut terdapat kesalahpahaman di antara keduanya, sehingga permasalahan itu dapat dikomunikasikan kembali.
"Saya kira itu miskomunikasi, saya kira bisa diperdebatkan apa yang dimaksud. Mungkin itu komunikasi saja," jelas Fadli.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â
Â
Â
Advertisement