Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengatakan, hingga saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran masih belum menemukan titik temu. Masih ada perdebatan soal penerapan single mux atau multi mux yang akan digunakan.
"Belum, belum ada pembahasan lagi. Masih tarik-menarik single dan multi (mux)," ujar Firman kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (23/1/2017).
Menurut dia, biar bagaimanapun suatu undang-undang yang dihasilkan haruslah memberi keadilan bagi semua pihak, dalam hal ini pemerintah ataupun stasiun televisi swasta.
Advertisement
"Undang-undang itu kan harus berikan suatu rasa keadilan, artinya bahwa tidak ada diskriminasi," jelas Firman.
Dia mengatakan, penerapan single mux dan multi mux yang masih jadi pembahasan tidak boleh dimonopoli pihak mana pun.
"Kalau alasannya frekuensi itu tidak boleh dimonopoli, ya tentunya lembaga pemerintah enggak bisa monopoli karena bagi dunia penyiaran yang sudah eksis harus dipertahankan keberadaannya," papar Firman.
Terkait kapan RUU Penyiaran akan kembali dibahas, menurut Firman sampai saat ini masih belum terjadwal. "Belum kita jadwalkan," tegas Firman.
Single dan Multi Mux
Sistem single mux merupakan pola pengelolaan penyiaran pada satu lembaga penyiaran publik. Hal itu meliputi aspek regulasi maupun operasional.
Dalam single mux, pemerintah melalui Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI), berperan sebagai pengelola.
Sementara multi mux melibatkan lembaga penyiaran swasta atau industri televisi dalam pengelolaannya.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â
Â
Â
Â
Advertisement