Sukses

100 Hari Anies-Sandi, Simalakama Reklamasi Antara Pemprov Vs BPN

Janji kampanye Anies-Sandi yang akan membatalkan reklamasi Teluk Jakarta masih menjadi polemik. Bagaimana nasibnya di 100 hari Anies-Sandi?

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini tepat 100 hari Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Berbagai hal telah dilakukan oleh pasangan yang diusung oleh Partai Gerindra dan PKS itu.

Sejumlah janji kampanye, mulai dari mengubah kebijakan pemerintahan sebelumnya, mengkritik program yang sudah berjalan, hingga membuat kebijakan baru dilakukan oleh Anies-Sandi.

Salah satu janji yang paling disorot terkait proyek reklamasi. Saat kampanye, Anies menegaskan akan meninjau ulang proyek reklamasi Teluk Jakarta yang pengerjaannya dimulai pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Pada 100 hari masa kepemimpinannya, Anies-Sandi telah berupaya memenuhi janjinya itu. Sejauh ini, upaya itu dilakukan dengan melayangkan surat permohonan pencabutan Hak Guna Bangunan (HGB) atas Hak Pengelolaan pengembang pulau reklamasi kepada Badan Pertahanan Nasional (BPN) RI.

Anies Baswedan beralasan, permohonan pembatalan HGB proyek reklamasi karena ada cacat administrasi dalam penerbitan HGB itu. Pemprov DKI bahkan mengaku siap menanggung ganti rugi sebesar Rp 483 miliar.

"Nomor satu ada cacat administrasi. Permen Nomor 9 Tahun 1999. Peraturan Menteri Agraria, waktu itu namanya bukan agraria, dari Pasal 103 sampai 133 sampai 134 di situ mengatur mekanisme dan persyaratan pembatalan," ujar Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta, Senin (15/1/2018).

Kesalahan administrasi yang pertama, kata Anies, adalah belum adanya Perda Zonasi tentang reklamasi, tapi HGB dan zonasi sudah dikeluarkan.

Kedua adalah tidak ada istilah pulau reklamasi pada raperda kawasan strategis pantai utara Jakarta.

"Di area itu ada enggak pulau? Enggak ada, itu bukan pulau, itu namanya pantai. Anda lihat kawasan strategis provinsi yang ada itu pantai A-E. Itu adalah namanya ya nama teknisnya pantai yang tersambungkan dengan daratan, itu nama teknisnya," kata Anies.

"Ancol reklamasi bukan itu, mutiara? Pantai. Itu kan kesalahan administrasi," ucap Anies.

2 dari 3 halaman

Perlawanan BPN

Sayangnya, permohonan Anies ditolak BPN. Badan setingkat kementerian itu menilai penerbitan HGB sudah sesuai dengan prosedur dan ketentuan administrasi pertahanan yang ditetapkan. Apalagi, penerbitan HGB dilakukan atas permintaan Pemprov DKI terdahulu.

Menurut BPN, penerbitan HGB di atas Hak Pengelolaan (HPL) Pulau D dilaksanakan atas permintaan Pemda DKI Jakarta, dan telah sesuai dengan ketentuan administrasi pertanahan yang berlaku.

"Penerbitan HGB tersebut didasarkan pada surat-surat dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mendukungnya," tulis siaran pers BPN yang diterima Liputan6.com, Rabu, 10 Januari 2018.

Anies tidak goyah. Mantan Mendikbud itu menilai program reklamasi merupakan produk kebijakan dan setiap kebijakan sangat mungkin diubah bila ditemukan kesalahan di kemudian hari.

"Kalau kita mengangkat seseorang saja, itu di akhirnya, selalu dikatakan apabila di kemudian hari ditemukan kekeliruan, lain-lain, maka akan dilakukan perbaikan, perubahan. Itu ada itu," ucap Anies, Jumat, 12 Januari 2018.

Bahkan, dia akan mencoba mengajukan pembatalan lewat instrumen hukum lain apabila PTUN tidak dapat mengabulkan permohonannya.

Pro dan kontra turut mengiringi selama polemik reklamasi bergulir. Ketua DPRD DKI Jakarta Presetio Edi Marsudi angkat bicara soal rencana Anies tersebut.

Dia meminta Anies menghargai kebijakan pemerintah pusat yang sudah memberikan izin reklamasi.

"Soal HGB hargailah pemerintah pusat, presiden sudah memberikan sertifikat, bagaimana kebijakan gubernur sekarang," kata Prasetyo di Gedung DPRD DKI, Selasa (16/1/2018).

3 dari 3 halaman

Cari Kesalahan Gubernur Lama

Prasetio meminta Anies tidak mencari kesalahan-kesalahan gubernur terdahulu. Ia menyarankan Anies fokus bekerja dengan program-programnya, dan tidak mencari masalah dengan terus mengubah kebijakan yang sudah ada.

"Gubernur kan ada diskresi, gubernur jangan cari penyakit gubernur lama, ayo ke depan, ayo kerja. Jangan cari masalah atau kesalahan gubernur lama. Kalau ngorek-ngorek, gubernur sebelum-sebelumnya juga punya masalah," ucap dia.

Sementara itu, pakar hukum agraria Universitas Indonesia, Ari Sukanti Hutagalung, menilai pembatalan HGB justru memperlihatkan ketidaktahuan hukum Anies Baswedan.

Ari menyarankan agar Anies duduk bersama-sama dengan setiap pihak yang terkait dengan perjanjian reklamasi untuk menemukan keputusan terbaik.

Namun, Pemprov DKI tetap bisa mengajukan pembatalan HGB reklamasi dengan catatan mampu menunjukkan poin perjanjian mana yang dianggap mengandung kesalahan prosedur.

Hal ini diatur dalam Pasal 64 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Lalu BPN berhak meninjau dugaan maladministrasi tersebut dan menentukan langkah berikutnya.

Bila Anies-Sandi bersikukuh membatalkan reklamasi tanpa alasan yang jelas, Pemprov harus segera mempersiapkan skema ganti rugi sejumlah ratusan miliar itu kepada pengembang.

Anies sendiri telah menegaskan siap mengganti kerugian yang dialami pengembang bila BPN membatalkan HGB proyek reklamasi. Angkanya mencapai Rp 483 miliar.

Nominal ganti rugi tersebut muncul atas penggantian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari pihak pengembang. Sandi menyatakan Pemprov DKI tidak akan kalah dari pengembang.

"Alhamdulillah kami kemarin sudah bersurat dan berproses. Berapa pun yang menjadi konsekuensi itu tentunya kami siap hadapi," Baswedan menandaskan. 

Video Terkini