Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat angkat bicara usai nama Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dibawa-bawa dalam persidangan kasus dugaan korupsi KTP elektronik atau e-KTP.
Seolah tak terima nama sang Ketua Umum Partai Demokrat disebut, Agus pun lalu membeberkan tujuan pembuatan e-KTP.
"Program KTP-elektronik dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional atau nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP," ujar Agus melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Advertisement
Hal tersebut, lanjut Agus, bisa terjadi karena belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia.
“Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan manggandakan KTP-nya,” ucap dia.
Menurut Agus, dasar hukum pembuatan e-KTP sangat jelas, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
“Dengan terang dan jelas memuat tentang kewajiban itu yang berbunyi, penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku seumur hidup untuk warga negara Indonesia, dan untuk warga asing disesuaikan dengan dengan masa berlaku izin tinggal tetap,” kata dia.
Nomor NIK yang ada di KTP-elektronik, lanjut Agus, nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah, dan penerbitan dokumen identitas lainnya.
“Kebijakan e-KTP saat ini juga menjadi pedoman dalam proses kompetisi demokrasi yang mewajibkan e-KTP sebagai basis formal data bagi warga negara dalam menggunakan hak pilihnya,” diamenjelaskan.
Oleh karena itu, sambung Agus, untuk pelaksanaan teknis, Presiden mengeluarkan kebijakan teknis yang harus dipedomani agar tidak disalahgunakan yaitu Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan.
“Bunyinya (Perpres tersebut) di antaranya, KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat verifikasi dan validasi data jati diri penduduk,” tutur dia.
Landasan E-KTP Jelas
Agus menegaskan, e-KTP adalah identitas jati diri dan berlaku nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan perizinan, mencegah KTP ganda, dan pemalsuan. Dengan e-KTP, kata dia, keakuratan data penduduk dapat mendukung program pembangunan.
“Setiap kebijakan yang bersumber dan menjadi amanah UU wajib dilaksanakan. Apabila Presiden tidak melaksanakan kewajiban UU, berarti Presiden melanggar UU dan bisa diminta pertanggungjawabannya secara kelembagaan,” ucap dia.
Maka dengan begitu, tegas Agus, landasan kebijakan e-KTP ini sudah sangat jelas. Itu sebabnya SBY menyetujuinya saat masih menjadi Presiden RI kala itu.
“Kemudian pada faktanya ada penyimpangan dan pelanggaran atau korupsi di dalam pengadaannya, tentu sepenuhnya menjadi ranah hukum yang harus diusut tuntas, tanpa pandang bulu, tanpa tebang pilih, harus transaparan, akuntabel, dan rofesional. Hindarkan politisasi kepentingan,” tandas Wakil Ketua DPR ini.
Sebelumnya, Nama mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut dalam sidang kasus e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto. Mantan Pimpinan Banggar DPR Fraksi Demokrat Mirwan Amir lah yang memunculkan nama SBY.
Dalam sidang, Mirwan yang juga merupakan mantan kader Partai Demokrat mengaku pernah meminta secara tidak formil kepada SBY, yang waktu itu masih menjadi Presiden RI, untuk menghentikan proyek e-KTP.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement