Sukses

Pengurus Masjid se-Jakarta Tolak Politik Praktis Masuk Masjid

Paham radikal kerap memanfaatkan ruang demokrasi untuk menyebarkan ideologi tertentu yang bermuatan politik lewat masjid.

Liputan6.com, Jakarta - Pengurus masjid se-Jakarta menggelar silaturahmi dan pertemuan bersama di Masjid Assalafiyah Pangeran Jayakarta, Sodong Jatinegara Kaum, Jakarta Timur.

Dalam kesempatan itu, mereka menegaskan penolakan atas penyalahgunaan fungsi masjid sebagai rumah ibadah yang dipakai sebagai sasaran politik praktis.

Koordinator Forum Silaturahmi Takmir Masjid se-Jakarta (FSTM) Husni Mubarok Amir menyampaikan, paham radikal keagamaan belakangan ini memanfaatkan ruang demokrasi untuk menyebarkan paham atau ideologi tertentu yang bermuatan politik lewat masjid.

"Mereka berargumen bahwa apa yang mereka lakukan dianggap sebagai bentuk kebebasan berekspresi yang dijamin undang-undang," tutur Husni di Masjid Assalafiyah Pangeran Jayakarta, Jatinegara Kaum, Jakarta Timur, Jumat (26/1/2018).

Dari situ, kemudian menjadi marak ceramah berisikan hasutan, bahkan ujaran kebencian terhadap pemerintah di dalam masjid. Hal itu membahayakan rasa persatuan dan kesatuan Warga Negara Indonesia sebagai elemen bangsa yang multi-etnis dan agama.

"Tuduhan-tuduhan kafir, musyrik, dan munafik terhadap paham yang berbeda mengindikasikan radikalisme agama telah menemukan momentumnya dalam ruang demokrasi tapi nir logika ini," jelas dia.

Husni menyebut, pengisi ceramah juga tidak jarang menggunakan dalih kebebasan berekspresi untuk mengelak dari tudingan anti-demokrasi dan NKRI.

Padahal, muatan dakwah yang seharusnya diterima masyarakat sejatinya mesti menyejukkan, bukan malah menjadi ajang khotbah tentang kebencian dan permusuhan.

"Seharusnya isu-isu politik yang perlu diangkat kepermukaan adalah bagaimana mengurangi kemiskinan dan pengangguran bagi siapa saja," beber Husni.

2 dari 2 halaman

Ceramah yang Menyejukkan

Dari Masjid, lanjut dia, pendakwah berkewajiban menyampaikan pesan dari ajaran Islam yang rahmatan lil alamin. Islam tidak menafikan gerakan politik yang dirajut dari masjid ke masjid, namun tentunya politik untuk kemashlahatan umat dan kebaikan bagi negara.

"Menjadikan agama sebagai alat untuk menghilangkan hak-hak orang lain jelas menunjukkan kepandiran pelakunya terhadap sejarah dan agama itu sendiri," Husni menandaskan.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh pengurus masjid. Di antaranya Ketua Dewan Masjid Indonesia Makmun Al Ayyubi, Ketua Forum Komunikasi Ulama dan Umaroh Bahrudin Ali, Ketua Lembaga Takmir Masjid Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Husny Muhsin, dan Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama Ghufron Mubin.

 

Â