Liputan6.com, Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saat ini hanya memiliki satu bandara komersil, yakni bandara Adisutjipto sebagai salah satu pintu masuk wisatawan lokal dan mancanegara yang berkunjung ke Yogyakarta. Dengan landasan pacu (runway) yang hanya sepanjang 2.200 meter dan terbatas pada pesawat berjenis Boeing 737-800 ER (Extended Range) yang bisa mendarat, membuat bandara Adisutjipto kehilangan potensi kunjungan wisatawan mancanegara.
Minimnya kapasitas bandara seperti luas terminal dan jumlah parking stand yang minim, membuat jumlah pesawat yang bisa parkir terbatas dan kepadatan penumpang yang mengantri di terminal juga tak terelakkan.
General Manager PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Adisutjipto, Agus Pandu Purnama mengatakan existing di bandara Adisutjito hanya terbatas pesawat kecil dari Singapura dan Malaysia. Padahal pemerintah dalam hal pariwisata memiliki program mendatangkan 20 juta wisatawan mencanegara dan Yogyakarta ditetapkan destinasi wisata nomor dua setelah Bali.
Advertisement
"Potensi pariwisata yang hilang luar biasa. Kalau diprosentasekan itu sampai 50 persen dari kondisi yang ada (jumlah penumpang bandara Adisutjipto). Itu kalau diprosentasekan," ujar Agus Pandu di kantor Angkasa Pura 1 Bandara Adisutjipto, Jumat (26/1).
Sebagai informasi pada tahun 2017, pergerakan penumpang di bandara Adisutjipto lebih dari 7,8 juta sementara itu kapasitas bandara sesungguhnya hanya 1,8 juta penumpang pertahun.
"Selama jumlah seat yang tersedia untuk akses visibilitas bandara itu sedikit, maka turis tidak akan bisa dengan mudah ke Yogya," kata Agus Pandu.
Bahkan, Agus mengaku pernah melakukan survei pada agen perjalanan wisata. Hasilnya, mayoritas turis datang ke Yogyakarta melalui Bandara Ngurah Rai, Denpasar terlebih dahulu.
"Mereka menghabiskan seminggu di Bali dan hanya one day trip ke Yogya. Singkatnya waktu berkunjung turis membuat okupansi hotel di Yogyakarta pun berada dibawah 50% dari potensi seharusnya," tukasnya.
Adanya rencana pembangunan bandara baru, New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulo Progo, kata Agus tentunya bisa mendongkrak jumlah kunjungan wisata ke Yogyakarta. Terlebih, bandara di Kulon Progo tersebut mampu melayani 300 penerbangan per hari dimana sebagian untuk penerbangan langsung internasional dengan kapasitas pesawat yang besar.
"Sekali datang saja mereka bisa bawa 400-500 orang penumpang direct flight. Ini untuk pariwisata, setidaknya hotel saja akan tambah 40persen okupansinya," tutur Agus.
Bandara baru, New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulo Progo akan dibangun di atas lahan seluas 587 hektar. Fasilitas publik yang dibangun bakal menjadi satu di antara bandara terbesar dan termegah di Indonesia. Merujuk data PT Angkasa Pura I, NYIA pada tahap pertama pembangunannya akan memiliki terminal seluas lebih dari 130 ribu m2 dengan kapasitas 14 juta penumpang pertahun. Panjang landasan pacu yang dibangun memiliki dimensi 3.250 m2 dan lebar 45 meter. Pembangunan tahap pertama ini dilakukan sekira tahun 2019-2031.
Pada pengembangan tahap II yang diperkirakan tahun 2031-2041, terminal bandara baru akan dikembangkan menjadi sekitar 195 ribu meter persegi yang mampu menampung hingga 20 juta penumpang per tahun. Runway akan diperpanjang hingga angka 3.600 meter dan lebar 60 meter dengan apron yang bisa diparkiri hingga 45 pesawat.
Luasan tersebut membuat bandara NYIA Kulon Progo jauh lebih besar dari bandara internasional di Bali maupun Surabaya yang panjang landasannya hanya 3.000 meter. Pesawat terbesar di dunia sekalipun nantinya bisa mendarat di bandara Kulonprogo dengan leluasa.
New Yogyakarta International Airport (NYIA) akan diwujudkan sebagai airport city yang di dalamnya memadukan bandara dengan kawasan logistik, kawasan industri, serta kawasan wisata dalam satu kawasan ekonomi terpadu.
(*)