Sukses

Era Ekonomi Digital Butuh Transformasi di Bidang Industri

Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri ketika membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Ketenagakerjaan di Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta Era ekonomi digital saat ini akan membutuhkan transformasi di bidang industri dan ketenagakerjaan. Jika tidak siap menghadapi perubahan ke ekonomi digital perusahaan bisa menjadi syok dan bangkrut.

"Era ekonomi digital akan mempengaruhi banyak hal dibidang ketenagakerjaan. Industri akan dipaksa bertransformasi menjadi industri model baru yang berbasis teknologi. Jika tidak dikelola dengan baik, ini bisa mengalami guncangan industrial," kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri ketika membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Ketenagakerjaan di Jakarta, Selasa (30/1).

Hanif mengatakan transformasi industri penting agar bisa dikelola dengan baik. Itu juga akan mengubah karakter tenaga kerja dimasa depan. Selain itu, dibidang tenaga kerja juga dalam mengalami syok jika tidak bisa mengikuti perubahan teknologi tersebut.

Hanif menyebut perubahan tersebut juga akan membunuh sebagian jenis pekerjaan dimasa kini namun akan menumbuhkan pekerjaan-pekerjaan baru di masa depan.

Pekerjaan-pekerjaan baru itu disebutnya akan membutuhkan penguasaan keterampilan baru sehingga pemerintah akan menggenjot akses kepada pelatihan vokasional bagi para pekerja.

Hanij juga berharap agar pihak swasta dapat berinvestasi kepada peningkatan keterampilan tenaga kerja baik melalui penyelenggaraan pelatihan maupun melalui program pemagangan.

"Industri harus memimpin dalam investasi sumber daya manusia. Di negara maju investasi SDM dari industri ini mencapai 70 persen, baru sisanya 30 persen dilakukan pemerintah. Di Indonesia belum, masih dilakukan secara bertahap," kata Hanif.

Lebih lanjut, Hanif menjelaskan Ada tiga hal yang harus diperhatikan secara serius terkait pembangunan ketenagakerjaan, yaitu kualitas, kuantitas, dan lokasi.

Kualitas berkaitan dengan bagaimana memastikan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Sementara itu, kuantitas berkaitan dengan seberapa banyak jumlah orang yang persyaratan untuk masuk ke dunia kerja yang bersaing.

”Salah satu upaya untuk menggenjot kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di Indonesia adalah dengan masifikasi pelatihan kerja dan sertifikasi profesi,” ujar Hanif.

Di sisi lain, lokasi juga menjadi kendala tersendiri. Pada dasarnya, kata Hanif, Indonesia memiliki banyak sumber daya manusia yang kompeten. Namun, persebaran sumber daya tersebut kurang merata.“Kita akan mudah menemukan sumberdaya yang berkualitas tinggi di kota-kota besar. Namun, saat kita berbicara daerah pelosok, jumlahnya akan sangat sedikit dan susah dicari,” tutur Menaker.

Salah satu upaya yang dilakukan Kemnaker untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan melakukan program 3R (Re-orientasi, Revitalisasi, dan Rebranding) di Balai Latihan Kerja (BLK).

“Melalui Program 3R, BLK akan fokus pada bidang tertentu dan jangkauannya lebih luas. Jadi, tenaga kerja yang lokasinya di pelosok bisa mengikuti pelatihan di BLK karena ada program boarding,” ujar Hanif.

Selain melalui pelatihan kerja, jelas Hanif, Kemnaker juga menggalakkan program pemagangan. Peserta pemagangan dapat belajar langsung di perusahaan, sehingga mereka tahu lingkungan kerja yang sesungguhnya seperti apa dan bagaimana cara bekerja yang baik.

“Ini pastinya melibatkan pihak swasta. Oleh karena itu, kami sangat mengharap dukungan pihak swasta untuk berpartisipasi aktif dalam membangun ketenagakerjaan di Indonesia,” katanya.

Dengan investasi sumber daya manusia yang bagus, lanjut Hanif, Indonesia akan semakin siap untuk menghadapi persaingan global. Diharapkan kedepannya, sumber daya manusia yang bagus akan menunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditargetkan sebesar 5,4% pada tahun 2018 ini.

Dikutip Hanif dari arahan Presiden Joko Widodo, sejumlah indikator ekonomi Indonesia relatif baik, tetapi belum bisa tumbuh melejit. “Pembenahan difokuskan pada masalah di bidang investasi dan peningkatan ekspor/perdagangan luar negeri,” jelasnya.

Berbagai pembenahan yang dilakukan pemerintah diharapkan mampu berdampak positif terhadap kondisi Indonesia, salah satunya misalnya dari sisi penurunan pengangguran.

“Pada tahun 2018, Indonesia menargetkan penurunan sebesar 5-5,3% pengangguran dari kondisi sebelumnya yakni 5,5% di tahun 2017,” tutup Hanif.

 

(*)

Video Terkini