Liputan6.com, Jakarta - Razia yang dilakukan Polres Aceh Utara terhadap 12 waria pada Sabtu, 27 Januari 2018 malam menuai polemik. Sebagian mendukung langkah tersebut. Namun, tak sedikit yang mengecam dengan dalih melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Kapolres Aceh Utara AKBP Untung Sangaji menceritakan, semula polisi tidak ingin menindak keberadaan waria di wilayahnya. Sebab, sudah ada qanun (peraturan daerah) Aceh yang ditangani oleh polisi Wilayatul Hisbah (WH) di bawah Satpol PP setempat.
"Biarkan itu yang bekerja, kalau mereka butuh tenaga kita ya silakan," ujar Untung saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Rabu, 31 Januari 2018.
Advertisement
Namun dari waktu ke waktu, aduan masyarakat yang mengeluhkan keberadaan waria di Aceh Utara semakin meningkat. Hingga akhirnya, Untung mengambil sikap setelah lebih dulu meminta izin ulama setempat.
Sebab, ucap dia, keberadaan qanun tak lagi dilihat dan dihargai oleh kelompok pria kemayu ini. Penertiban ini juga dilakukan untuk mencegah sekelompok masyarakat yang ingin bergerak sendiri.
"Kalau sendiri-sendiri, kan, bahaya. Karena rencana mereka kan bakar, bunuh, atau bumihanguskan kelompok ini (waria). Kan, kasihan," ucap Untung.
Jajaran kepolisian, Satpol PP, dan WH Aceh Utara pun melakukan razia di sejumlah salon kecantikan di Kecamatan Lhoksukon dan Tanah Jambo Aye. Operasi tersebut dilakukan mulai pukul 21.00 hingga 24.00 WIB.
"Kita lakukan penertiban tepat di jam Waspada I dan terlarang untuk mereka lakukan (kegiatan). Salon-salon gitu kan enggak boleh sampai malem ya. Ya sudah, kami ambil tindakan, kami bina mereka," kata perwira polisi yang terlibat penembakan teroris di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada Januari 2016 lalu itu.
Petugas kemudian mengubah penampilan belasan waria Aceh yang diamankan ini. Rambut waria yang gondrong dipangkas pendek agar lebih rapi. Gaun mereka juga diganti dengan kaus dan kemeja laki-laki.
Pada tahapan pembinaan ini juga melibatkan ulama untuk mengisi tausiah atau siraman rohani. Untung mengklaim, para waria ini kembali ke fitrahnya menjadi laki-laki sejati setelah dibina beberapa saat. Mereka pun dipulangkan.
"Artinya ngapain kita tahan lama-lama. Saya anggap cukup. Akhirnya ya sudah, mereka bikin pernyataan dan pulang," ujar dia.
Â
Minta Maaf
Alasan lain, belasan waria ini dipulangkan lantaran tidak ditemukan tindak pidana. Semula berdasarkan laporan warga, petugas menduga terjadi praktik prostitusi terselubung dan penyalahgunaan narkoba. Namun, dugaan itu tak terbukti.
Meski begitu, Untung tetap ingin menghapus populasi waria di wilayahnya dengan dalih untuk mengayomi dan melindungi warga Aceh Utara. Dia tidak ingin populasi waria di wilayahnya berkembang seperti di Kota Langsa.
"Di sana bahkan sudah punya klub, punya kelompok, punya tempat tertutup. Lama- kelamaan kayak apa? Saya enggak campuri itu, tapi saya enggak mau di Aceh Utara yang jadi tanggung jawab saya ini meniru tempat lain," ucap Untung.
Perwira menengah Polri itu memaklumi banyak pihak yang mengecam dan menentang tindakannya tersebut. Namun, dia sadar terhadap segala risiko yang akan diterima. Yang penting dia berusaha mengayomi warganya.
Untung juga mengaku telah diperiksa Propam Polri terkait operasinya tersebut. Hanya saja ia tak menyebut hasil penyelidikan internal itu. "Tapi saya sudah minta maaf, ya silakan. Kalau saya salah ya saya minta maaf," ujar Untung.
"Cuma saya pikir ini kan barometer Islamnya Indonesia, Aceh ini kan Serambi Mekah. Kalau ini tidak bisa kita benahi, anggaplah nanti menjadi besar persoalannya, yang malu siapa. Tapi sudahlah, saya sudah melakukannya. Kalau dianggap salah ya saya minta maaf," sambung dia.
Ke depan, Untung meminta masyarakat tak lagi memojokkan mantan waria yang telah dibina itu. Rencananya, pihaknya akan rutin menyambangi para mantan waria itu dan mengajak salat Jumat bersama.
"Selama ini kan mereka takut. Mereka terkungkung dan terikat dengan perasaan mereka sendiri sebagai seorang waria," kata Untung.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement