Liputan6.com, Jakarta - Ratusan warga memenuhi tribun dan pinggir Sirkuit Brigif 15 Kujang II, Cimahi, Jawa Barat (Jabar), 14 Januari 2018 lalu. Mereka ingin menyaksikan Final Kejuaraan Daerah Drag Bike Jabar Seri 1, Trijaya Racing Sumber Production 2018.
Beragam bendera dan umbul-umbul pun mereka bentangkan memenuhi pagar pembatas. Sebagian besar merupakan lambang tim balap motor yang berasal dari berbagai daerah.
Salah satunya, tim Tryto Project dari Jakarta. Kali ini, tim yang dinahkodai mekanik Ahmad Fauzi (30) itu menurunkan 3 sepeda motor. 2 motor matic 200 cc serta 1 motor bebek 130 cc yang akan beradu kecepatan dengan lebih dari 100 motor lain.
Advertisement
Baca Juga
“Kita juga mau coba joki balap baru,” kata Ahmad Fauzi kepada Liputan6.com sebelum balapan.
Joki atau pembalap baru yang dimaksud Fauzi bernama Muhammmad Dhiba. Posturnya tidak terlalu tinggi, kurus, dan baru berumur 18 tahun.
Fauzi menyebut, mencari joki untuk menunggangi motor rakitannnya bukan perkara mudah. Harus mempertimbangkan beberapa faktor. Di antaranya, berusia muda dan postur tubuhnya kecil. Lalu, mempunyai kemampuan lihai dalam menunggangi motor.
“Yang utama bukan jago saja ya, tapi harus punya perilaku baik, bisa tepat waktu, tidak arogan, tidak menggunakan narkoba, dan harus bisa menyatu dengan tim,” ungkap Fauzi.
Semua syarat itu pun sudah dilihat Fauzi dalam diri Dhiba, sejak 4 tahun lalu. Namun kala itu, fisik Dhiba masih terlalu kecil dan sangat berisiko untuk ikut balapan. Baru pada 2017, kemampuan Dhiba bisa diuji dalam sebuah balapan drag bike di Tangerang. Waktu itu, Dhiba berhasil naik podium juara.
"Sempat coba-coba dan sepertinya cocok, jadi makin tertarik," kata pria yang terjun ke dunia balap motor sejak duduk di bangku SMP itu.
Berbicara peran mekanik dan joki dalam balapan, Fauzi menyebut punya porsi yang sama. Makanya, antara keduanya harus punya kedekatan dan rasa saling percaya.
Hal itu pun tampak dalam gelaran Drag Bike di Cimahi lalu. Tak hanya antara Fauzi, Dhiba, dan joki-joki tim Tryto Project yang lain. Namun, keakraban juga dapat dilihat antara mekanik dan joki tim lain.
Setelah berlangsung sekitar 8 jam, kejuaran drag bike itu pun selesai. 5 pembalap tercepat akhirnya dipanggil untuk menerima trofi di podium, termasuk Dhiba. Tak tanggung-tanggung, dia menyabet posisi pertama di kelas braket 8,5 detik.
“Sebenarnya hari ini mengecewakan walaupun hasilnya tetap ada juara 1 dan juara 2. Seharusnya bisa lebih dari ini,” ungkap Fauzi
Di sisi lain, Fauzi mengakui kelihaian Dhiba menunggangi motor besutannya. Hanya saja, Dhiba harus lebih banyak berlatih. Terutama dalam mengendalikan emosi.
Meski hanya jalan di atas lintasan lurus sepanjang 201 meter, kemampuan mengontrol emosi jadi bagian penting yang harus diperhatikan. dalam drag bike
Berawal dari Balap Liar
Keriuhan dan gerungan mesin motor terdengar di lokasi lain, 12 Januari 2018 lalu. Letaknya jauh dari Sirkuit Cimahi yakni di kawasan Metland, Jakarta Timur. Bukan drag bike, tapi balapan liar segera berlangsung.
Tentunya tidak ada umbul-umbul dari penonton, tidak ada penerangan juga pembatas jalan. Balapan pun tanpa aturan baku, hanya kesepakatan antara pembalap yang berlaku.
Mirisnya, faktor keamanan juga diabaikan. Sebut saja, sebagian besar pembalap liar itu tidak memakai helm dan baju pelindung. Mereka hanya bermodal sandal, jaket, dan celana panjang.
Meski demikian, teriakan para penonton terdengar jelas. Terlebih suara lantang si penarik uang taruhan. Dia berjalan keliling ke arah para penonton, mengumpulkan uang taruhan sebelum kedua motor diadu cepat.
Tak jarang, sang joki atau penonton meregang nyawa karena kecelakaan. Namun di sisi lain, balapan liar ini juga jadi ajang pencarian bakat para atlet balap.
Ahmad Fauzi yang telah lama berkecimpung di dunia balap membenarkan hal tersebut. Menurut dia, setiap pembalap ternama di lintasan lurus 201 meter pasti pernah melalui masa balapan liar.
Seperti juga Dhiba dan rekan-rekannya di Tryto Project yang juga lahir dari ajang balap liar. Mulanya coba- coba hingga terkenal dan dikontrak menjadi joki balap resmi.
“Liaran itu batu loncatan, jembatan. Tidak mungkin kita awalnya yang tidak tahu motor langsung ikut resmi, pasti hasilnya tidak memuaskan,” kata Fauzi.
Dia menambahkan, balapan liar juga jadi ajang cari jati diri sekaligus penyaluran hobi. Alhasil, meski polisi kerap menangkap pelaku dan membubarkan ajang balap liar, kerumunan itu akan ada lagi di lain hari.
Fahri Fadlurahman (18) yang menjadi pembalap di kejuaraan drag bike sependapat dengan Fauzi. Menurutnya yang mereka butuhkan sebenarnya ialah wadah untuk menyalurkan hobi.
“Pemerintah seharusnya bisa menengok lah bikin sirkuit. Terus dua minggu atau seminggu sekali bikin acara buat nyalurin hobi,” katanya kepada Liputan6.com di Cimahi.
Advertisement
Beralih ke Lintasan Resmi
Sekretaris Jenderal Ikatan Motor Indonesia (IMI) Jeffrey J Prakoso mengatakan, penyelenggaraan kejuaraan drag bike sebagai upaya mengurangi pembalap liar atau jalanan.
Itu dimungkinkan karena balap liar dan drag bike punya kempiripan. Sama-sama adu cepat di lintasan lurus.
"Membantu penggemar balap liar beralih. Dengan begitu, mereka bisa jadi atlet," katanya kepada Liputan6.com, Jumat 2 Februari 2018.
Untuk itu, IMI pun rutin menyelenggarakan kejuaraan nasional drag bike. Lokasinya di 34 provinsi yang dibagi ke dalam 6 wilayah kompetisi. Juara masing- masing wilayah akan bertarung di tingkat nasional. "Pertama kejuaraan antar klub, lalu tingkat daerah, provinsi hingga masuk kejuaraan tingkat nasional. Ada 35 event setiap tahun," sebutnya.
Demi melancarkan puluhan kejuaraan drag bike itu, IMI pun menggandeng pihak swasta sebagai pemberi sponsor. Selain itu, Jeffrey menyebut, pemerintah pun sangat membantu dari sisi perizinan.
Apalagi, sebagian besar dari kejuaraan drag bike masih menggunakan jalanan umum sebagai lintasan balap. Dalam hal ini, izin penggunaan jalan raya dari kepolisian dan pemerintah daerah sangat dibutuhkan.
"Kebanyakan sirkuit belum permanen. 70 persen masih gunakan jalan raya," sebut Jeffrey.
Berbicara keberhasilan drag bike dalam mengurangi balapan liar, sangat diyakini Jeffrey. Menurut dia, kuantitas balap liar terus menurun di wilayah yang telah memiliki sirkuit.
"60 persen pembalap drag bike dasarnya dari balapan liar, mereka beralih karena di kejuaraan jenjangnya ada dan jelas," tutupnya.