Liputan6.com, Jakarta - Terpidana sejumlah kasus korupsi, Muhammad Nazaruddin diusulkan mendapat asimilasi dalam program pembebasan bersyarat oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PAS Kemenkumham). Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Ditjen Pas mengusulkan tempat asimilasi Nazaruddin di sebuah pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat.
"Asimilasi kerja sosial tersebut ini berdasarkan TPP pusat ya, di sebuah pondok pesantren di Bandung," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (8/2/2018).
KPK akan mempertimbangkan syarat-syarat asimilasi dan pembebasan bersyarat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu. Misalnya, sudah menjalani dua pertiga masa pidana untuk dua perkaranya yang telah divonis.
Advertisement
Selain itu, lembaga antirasuah juga akan mempertimbangkan kontribusi Nazaruddin dalam mengungkap sejumlah perkara korupsi.
"KPK tetap harus hargai kontribusi pihak-pihak tertentu yang membongkar peran pihak lain, sampai akhirnya beberapa kasus ditangani, misalnya kasus Hambalang dan e-KTP," jelas Febri.
Sebelumnya, Muhammad Nazaruddin diusulkan mendapatkan pembebasan bersyarat oleh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung, Jawa Barat.
Jika nantinya, pengusulan bebas bersyarat dikabulkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, maka Nazarudin akan bebas pada tahun 2020. Sebab, selama menjalani masa hukuman, Nazaruddin telah mengantongi remisi sebanyak 28 bulan.
"Desember 2017 (menjalani 2/3 masa pidana) perhitungannya sampai dia bebas 31 Oktober 2023, itu dibagi dua berapa. Kurang lebih masih tiga tahun dia bebas. 2020-an lah nanti bebas," tutur Kalapas Sukamiskin Dedi Handoko saat dikonfirmasi, Kamis, 1 Februari 2018.
Terima Suap Rp 4,6 Miliar
Nazaruddin divonis terlibat dalam kasus suap Wisma Atlet SEA Games 2011 yang melibatkan mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris. Mantan Anggota DPR itu terbukti menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar dari Idris.
Dalam kasus tersebut, Nazaruddin divonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 200 juta. Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman Nazaruddin, dari 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp200 juta menjadi 7 tahun penjara dan Rp 300 juta.
Kasus kedua yang menjerat Nazaruddin adalah kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. Dalam kasus ini, dia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara.
Nazaruddin terbukti menerima gratifikasi dari PT DGI dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di bidang pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement