Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menganalisis putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan DPR melakukan hak angket untuk lembaga antirasuah itu. Dengan adanya putusan tersebut, maka KPK harus hadir ketika pansus angket DPR memanggilnya.
"Kami akan membaca dan melakukan analisis lebih detail, tentu saja lebih dalam terkait dengan putusan tersebut dan sejauh mana konsekuensi-konsekuensinya terhadap kelembagaan KPK akan dibahas terlebih dahulu di internal," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (8/2/2018).
Baca Juga
Dia menjelaskan bahwa hasil pembahasan tersebut, nantinya akan berpengaruh pada sikap KPK, dan bagaimana juga relasi KPK dengan DPR khususnya dengan Pansus Hak Angket. Satu hal yang perlu diingat dalam pertimbangan putusan tersebut, kata Febri yaitu soal wewenang pengawasan DPR yang tidak bisa masuk ke penanganan perkara oleh KPK.
Advertisement
"Dalam pertimbangan hakim, di mana hakim menegaskan bahwa kewenangan pengawasan DPR tidak bisa masuk pada proses yudisial yang dilakukan KPK," kata dia.
Proses yudusial yang dimaksud adalah penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Febri menuturkan bahwa proses yudisial KPK harus berjalan independen.
"Proses yudisial ini harus berjalan secara independen dan pengawasannya sudah dilakukan oleh lembaga peradilan, mulai dari proses praperadilan, pengawasan horizontal sampai dengan proses berlapis di pengadilan tipikor tingkat pertama, tingkat banding, dan tingkat kasasi," jelas dia.
Â
Putusan MK
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan, DPR memiliki kewenangan untuk menggunakan Hak Angket untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal ini disampaikan oleh Ketua MK Arief Hidayat, saat menolak permohonan Ketua Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Achmad Saifudin Firdaus, yang mengajukan gugatan terkait UU MD3, dengan nomor perkara 36/PUU-XV/2017.
"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan para pemohon," ucap Arief di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (2/8/2018).
Terhadap putusan MK tersebut, masih kata dia, terdapat empat hakim konstitusi yang memiliki pendapat berbeda. Mereka tak sepakat Hak Angket digunakan untuk KPK.
"Hakim Palguna, Hakim Saldi Isra, Hakim Suhartoyo, dan Hakim Maria Farida, memiliki pendapat yang berbeda atau disenting opinion," tutur Arief.
Dalam pertimbangan MK terkait memperbolehkan DPR menggunakan hak angket untuk KPK, bahwa jelas Pasal 79 ayat 3 UU MD3, bagaimana hak angket itu menunjukkan fungsi parlemen.
Advertisement