Sukses

HEADLINE: Ijazah hingga Suap Jegal Kontestan Pilkada 2018

Banyak cerita dari penetapan Pilkada 2018. Mulai dari calon gubernur yang ditangkap KPK hingga calon yang tak diloloskan karena ijazah.

Liputan6.com, Jakarta - Penyejuk ruangan di Hotel Grand Mercure, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Medan, Sumatera Utara tak sanggup mendinginkan suasana pada Senin siang, 12 Februari 2018. Saat itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara baru saja menetapkan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut yang akan berlaga di Pilkada Sumut 2018.

Dalam rapat pleno tersebut diumumkan, Pilkada Sumut hanya akan diikuti dua pasangan calon, yaitu Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus (Djarot-Sihar) dan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Edy-Ijeck). Sementara bakal pasangan calon atas nama Jopinus Ramli Saragih-Ance Selian (JR-Ance) dinyatakan gugur.

KPU Sumut beralasan, salah satu berkas sebagai syarat pencalonan milik JR Saragih tidak lengkap, yaitu ijazah. Komisioner KPU Sumut Benget Silitonga mengatakan, persoalan berkas ijazah JR Saragih itu dipicu surat dari Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta Nomor 1454/1.851.623 tanggal 22 Januari 2018.

"Surat itu menyebutkan, Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta tidak pernah melegalisir atau mengesahkan ijazah atau STTB SMA Nomor 1 OC Oh 0373795 Tahun 1990 atas nama Jopinus Saragih," kata Benget.

Sontak kabar ini membuat tim pemenangan serta partai pendukung yang hadir menjadi gusar. JR Saragih pun langsung menegaskan bahwa pihaknya akan mengajukan gugatan sesegera mungkin ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumut.

"Gugatan segera kita ajukan. Soal ijazah sudah saya serahkan," ucap JR Saragih.

Dia juga mempertanyakan, kenapa pada saat mencalonkan diri dalam Pemilihan Bupati di Kabupaten Simalungun dirinya bisa lolos, namun di pencalonan di Pilkada Sumut 2018 ini tidak.

"Biarkan hukum yang berjalan, semua kita solid. Nanti keputusan masih ada di atas manusia, yaitu Tuhan," ungkap JR sembari meneteskan air mata.

Infografis Pilkada 2018

Tak hanya JR Saragih, Partai Demokrat sebagai partai pengusung pun meradang dengan keputusan KPU Sumut. Pihaknya pun akan mengambil langkah hukum terkait tak lolosnya pasangan calon yang diusung Partai Denokrat.

"Kami perjuangkan lewat jalur hukum yang ada, yakni ke Bawaslu," ucap Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan kepada Liputan6.com, di Jakarta, Senin petang.

Dia pun menuturkan, dalam waktu dekat akan menyambangi Bawaslu. Karena sesuai aturan, pengajuan keberatan hanya dibatasi 3 hari saja.

"Segera dalam tiga hari ini batas waktunya," Hinca menegaskan.

Partai Demokrat mengaku heran dengan keputusan KPU Sumut yang tak meloloskan pasangan JR Saragih-Ance Selian. Bahkan, partai berlambang Mercy ini menduga ada upaya tak jujur dari partai lain di Pilkada Sumut.

"Bila benar yang dibuat sebagai alasan adalah legalisasi ijazah SMA, maka KPU harus dicurigai telah jadi kayu pemukul dari permainan kotor partai tertentu," ucap Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat, Rachland Nashidik melalui keterangan tertulis.

Dia menuturkan, JR Saragih sudah 2 periode menjadi Bupati Simalungun. Bahkan, ia juga lulusan Akademi Militer yang sudah berpangkat kolonel. Karena itu, menurut Rachland, Jr Saragih tak mungkin tidak memiliki ijazah SMA.

"Apakah KPU setidaknya berani mengatakan manajemen seleksi akademi militer Magelang yang meluluskan JR Saragih menjadi prajurit TNI lebih buruk dari KPU?" tanya Rachland.

Dia pun berpandangan putusan KPUD Sumut tak bisa diterima. Sebab, hal itu dinilainya tidak logis. "Sungguh keputusan KPU ini melawan akal sehat," tegas Rachland.

Menghadapi kekecewan di awal pertarungan Pilkada 2018, JR Saragih tak sendiri. Ada nama lain yang nasibnya lebih menyedihkan serta tak lagi punya peluang bertarung di kontestasi lima tahunan itu.

2 dari 4 halaman

OTT Sebelum Penetapan KPU

Nasib JR Saragih sedikit lebih baik karena masih memiliki peluang di Bawaslu untuk membalikkan keputusan KPU Sumut. Hal itu berbeda dengan yang dialami Marianus Sae, Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur.

Ketika KPUD di seluruh wilayah yang mengikuti Pilkada 2018 tengah membacakan penetapan calon kepala daerah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru menetapkan Bupati Ngada, Marianus Sae sebagai tersangka.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan dua orang tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin pagi.

Penetapan itu dibacakan KPK sehari setelah penyidik lembaga antirasuah menangkap Marianus di Surabaya, Jawa Timur, Minggu 11 Februari 2018, dalam sebuah operasi tangkap tangan. Ia diduga menerima fee dari proyek-proyek di Kabupaten Ngada, NTT.

"Apakah ini akan dilakukan untuk biaya kampanye? Prediksinya, iya. Prediksi dari tim kita kemungkinan besar dia butuh uang untuk itu," ujar Basaria.

Sebab, Marianus Sae merupakan salah satu bakal calon peserta Pilkada NTT 2018. Dia mencalonkan diri sebagai Gubernur NTT dengan menggandeng Emilia Nomleni sebagai calon Wagub NTT. Pasangan ini diusung PDIP dan PKB.

Tak berapa lama setelah penetapan tersangka Marianus, giliran PDIP membuat pernyataan. Melalui Sekjen Hasto Kristiyanto, PDIP memutuskan mencabut dukungan terhadap Marianus Sae.

"PDIP sebagai pengusung cagub Marianus Sae konsisten dan tidak menolerir korupsi. Partai bersikap tegas dan tidak akan melanjutkan dukungan kepada yang bersangkutan," ujar Hasto.

Dia berjanji akan cepat memproses pelanggaran Bupati Ngada NTT tersebut di internal partai. Hasto pun menegaskan PDIP berulang kali mengingatkan bahwa siapa pun yang melakukan tindak pidana korupsi akan dipecat.

"Banyak yang mengambil jalan pintas korupsi untuk membiayai pilkada langsung. PDIP selalu mengedepankan strategi gotong royong seluruh mesin partai dengan harapan biaya bisa ditekan dan meringankan beban calon. Namun hal tersebut tetap saja terjadi," kata dia.

Apa yang terjadi dengan Marianus memang patut disesalkan. Sebab, dia tidak bisa belajar dari apa yang dialami Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko. Nyono Suharli dan Marianus punya cerita yang persis sama saat berurusan dengan KPK.

Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko (tengah) menjawab pertanyaan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (4/2). Nyono menjadi tersangka suap perizinan pengurusan jabatan di Pemkab Jombang. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

KPK menangkap Nyono Suharli dan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Inna Sulistyowati (IS) pada Sabtu 3 Februari 2018. Nyono ditangkap saat berada di Stasiun Solo Balapan.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief mengatakan, OTT yang dilakukan tim Satgas KPK terkait adanya pungli perizinan dan kutipan-kutipan terkait dana kapitasi yang diadministrasikan oleh administrasi bendahara Paguyuban Puskesmas se-Jombang.

"KPK meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan, dan menetapkan status tersangka terhadap dua orang," ujar Laode di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu 4 Februari 2018.

Dalam kasus ini, KPK menduga uang suap untuk Nyono berasal dari kutipan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi puskesmas di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Uang itu dikutip Inna Sulistyowati dari 34 puskesmas di Jombang.

Total dana kutipan di Kabupaten Jombang yang dikumpulkan Inna sejak Juni 2017, mencapai Rp 434 juta. Dari Rp 434 juta itu, Bupati Nyono mendapat jatah 5 persen dan 1 persen untuk Kadis Kesehatan Jombang Inna, serta satu persen untuk paguyuban puskesmas di Jombang. Sebagian dari uang tersebut sudah dipergunakan oleh Bupati Nyono.

"Diduga Rp 50 juta digunakan NSW untuk membayar iklan terkait rencananya maju menjadi Bupati Jombang 2018," ucap Laode.

Nyono Suharli memang tengah berjuang menjadi Bupati Jombang untuk periode kedua. Dengan dukungan Partai Golkar, PKB, PKS, PAN dan Partai Nasdem, posisi Nyono sebenarnya cukup kuat untuk kembali menduduki kursi orang nomor satu di Kabupaten Jombang.

Dengan posisi sebagai tersangka KPK, Nyono yang juga menjabat Ketua DPD Partai Golkar Jawa Timur itu hanya bisa pasrah. Bayangan untuk kembali menjadi penguasa di Kabupaten Jombang pun sirna.

"Kalau saya harus mundur dari DPD Golkar Jatim maupun bupati, saya ikhlas. Karena saya merasa bersalah melanggar hukum sehingga perjalanan ini harus kita lakukan dan ikuti proses hukum," lirih Nyono saat mengenakan rompi tahanan berwarna oranye di Gedung KPK, Minggu 4 Februari 2018.

Penyesalan yang sangat terlambat.

3 dari 4 halaman

Papua yang Tertunda

Lain lagi dengan Papua. KPU di daerah ini menyatakan menunda penetapan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua hingga pukul 23.00 WIT. Alasannya, berkas pasangan calon soal keabsahan orang asli Papua belum diserahkan oleh Majelis Rakyat Papua (MRP).

MRP sebagai lembaga kultural orang asli Papua, berhak untuk mengeluarkan persyaratan tersebut, sesuai dengan UU Otsus Papua nomor 21/2001.

Komisioner KPU Papua, Musa Sombuk menuturkan akan menunggu hingga pukul 23.00 WIT, soal berkas tersebut. Jika sampai waktu yang ditentukan, MRP belum juga menyerahkan syarat tersebut, maka KPU dan Bawaslu akan mengambil keputusan.

"Hari ini MRP juga kita undang, tapi tidak datang," kata Adam, Senin (12/2/2018).

Bakal calon Gubernur Papua, John Wempi Wetipo mengatakan akan menunggu hingga pukul 23.00 WIT, sesuai keputusan KPU Papua. John menyebutkan, walaupun Papua diatur dalam kekhususan Otonomi khusus (otsus), PKPU tidak berlaku bagi Otsus Papua.

"PKPU hanya mengatur soal penyelenggaraan pilkada secara nasional. Saya harap pada pukul 23.00 WIT, KPU harus memutuskan tahapan Pilgub bersama Bawaslu setempat," ujar John yang masih menjabat sebagai Bupati Jayawijaya.

John sendiri mengaku siap memberikan klarifikasi soal dirinya adalah orang asli Papua di hadapan MRP.

"Apakah saya ini bukan orang asli Papua? Saya siap ke MRP, 1-2 jam pasti selesai soal keabsahan orang asli Papua. Jangan membuat masalah ini panjang," John menambahkan.

Bakal calon Gubernur Papua lainnya, Lukas Enembe menyebutkan akan mengikuti penundaan ini hingga waktu yang ditetapkan KPU. Ia menginginkan pengumuman untik calon Gubernur Papua harus dilakukan hari ini, sesuai agenda nasional.

"Kita ini kan peserta, maka akan mengikuti aturan. Tapi, jika ada masalah seperti ini, itu karena kerja DPR Papua dan MRP tak sejalan, walaupun kerja KPU sudah sesuai aturan. Tapi, syarat orang asli Papua juga harus disertakan, sebagai persyaratan Pilgub Papua," kata Lukas yang masih menjabat sebagai Gubernur Papua.

Tanda tangan dukungan Pilkada damai Papua. (Liputan6.com / Katharina Janur)

Belum adanya rekomendasi dari MRP juga disebabkan karena sampai saat ini Pansus Pilgub Papua di DPR Papua belum menyerahkan berkas para bakal calon gubernur dan wakil gubernur ke MRP, sehingga belum ada berkas yang diteliti.

Ketua MRP Timotius Murib menjelaskan, sampai hari ini pihaknya belum menerima berkas bakal calon gubernur dan wakil gubernur Papua. Sementara pihaknya membutuhkan waktu 14 hari untuk melakukan verifikasi soal orang asli Papua, hingga ke kampungnya.

"Kami tetap menjadwalkan kembali masa penelitian selama 14 hari lagi sejak berkas itu diserahkan," jelasnya. Selain meneliti berkas, MRP akan melakukan wawancara langsung dengan bakal calon, serta para calon Gubernur dan Wakil Papua melakukan pidato dalam bahasa daerahnya masing-masing.

Ketua DPR Papua, Yunus Wonda mengatakan belum menyerahkan dokumen ke MRP karena dokumen yang diterima dari KPU Papua belum lengkap. KPU hanya menyerahkan berkas dokumen ke DPR Papua hanya selembar kertas yang berisi daftar riwayat hidup, padahal Pansus akan melihat ijazah para bakal calon.

Menurut Pansus DPR Papua, berkas yang akan diteliti dari pasangan calon, termasuk soal ijazah terakhir, sesuai dengan amanat UU Otsus no 21/2001 pasal 12, tentang pendidikan gubernur dan wakil gubernur Papua yang disebutkan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua pendidikannya minimal sarjana.

Keterlibatan Pansus DPR Papua dan MRP dalam proses Pilgub Papua karena Papua diatur dalam UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Sementara, Pansus Pilgub Papua dibentuk berdasarkan Perdasus (Peraturan Daerah Khusus) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua, dan Perdasus ini diterbitkan berdasarkan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

4 dari 4 halaman

Mereka yang Melaju

Berbeda dengan cerita pasangan calon yang tersingkir, wajah semringah menghiasi Aula Setia Permana di Jalan Garut, Bandung, Jawa Barat pada Senin pagi. Betapa tidak, KPU Jabar menyatakan 4 pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat resmi menyandang predikat pasangan calon.

Menurut Ketua KPU Jabar Yayat Hidayat, keempat paslon dinilai memenuhi syarat dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Empat tim pemenangan yang hadir pun bersorak dan menyatakan siap menghadapi tahapan Pilkada 2018 berikutnya.

"Mudah-mudahan semua tahapan berjalan lancar," ujar Yayat di hadapan seluruh tim pemenangan empat pasangan calon, Senin (12/2/2018).

Empat pasangan calon yang akan bertarung di Pilkada Jabar itu adalah: Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (diusung Partai Nasdem, PKB, PPP dan Hanura), Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (diusung Partai Golkar dan Demokrat), Mayjen (Purn) Sudrajat-Ahmad Syaikhu (diusung Partai Gerindra, PKS dan PAN), serta Mayjen (Purn) Tubagus Hasanuddin-Anton Charliyan (diusung PDIP).

KPU Jawa barat mengumumkan penetapan calon peserta Pemilihan Gubernur (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Kegembiraan juga terasa di kantor KPU Jawa Timur di Jalan Tenggilis No 1 Surabaya, saat KPUD setempat resmi menetapkan pasangan Syaifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno dan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak sebagai pasangan calon yang akan bertarung di Pilkada Jatim 2018.

"Nama calon gubernur Khofifah Indar Parwansa dan calon wakil gubernur Emil Dardak memenuhi syarat. Nama calon gubernur Saifullah Yusuf dan calon wakil Gubernur Puti Guntur Soekarno memenuhi syarat," tutur Ketua KPU Jatim Eko Sasmito di hadapan tim pemenangan serta perwakilan partai pendukung.

Syaifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno didukung oleh PKB, PDIP, Partai Gerindra, dan PKS. Sedangkan pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak didukung Partai Demokrat, Golkar, PPP, Hanura, Nasdem dan PAN.

Sementara itu, suara riuh rendah juga terdengar di Four Point Hotel, Jalan Andi Djemma, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin pagi. Suara itu berasal dari tim pemenangan serta partai pendukung empat pasangan yang akhirnya ditetapkan sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel di Pilkada 2018.

"Empat bakal calon pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur dinyatakan sebagai Calon Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel," tegas Ketua KPU Sulawesi Selatan Iqbal Latief yang disambut sorakan dan tepuk tangan para pendukung yang hadir.

Keempat pasangan itu adalah Nurdin Abdullah dan Andi Sudirman Sulaiman (diusung PAN, PDIP, dan PKS), Nurdin Halid dan Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar (diusung Partai Golkar, Nasdem, Hanura, PKB, dan PKPI), Agus Arifin Nu'mang dan Tandribali Lamo (diusung Partai Gerindra, PBB, dan PPP), serta Ichsan Yasin Limpo dan Andi Mudzakkar (jalur perseorangan).

Ketua KPU Bali I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengungkapkan hasil tes kedua paslon Pilkada Bali. (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Masih di hari yang sama, bertempat di Jalan Tjok Agung Tresna 8 Denpasar, KPU Bali juga menetapkan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali yang akan bertarung pada 27 Juni mendatang. Ada dua kandidat yang ditetapkan bertarung memperebutkan kursi orang nomor satu di Pulau Dewata.

"Berdasarkan Surat Keputusan KPUD Provinsi Bali Nomor.439/hk.03.1-kpt/51/prov/ii/2018 dan SK KPUD Bali Nomor 494/hk.03.1-kpt/51/prov/ii/2018 maka kedua kandidat ditetapkan sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali pada Pilkada Serentak 2018," papar Ketua KPU Bali I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Senin pagi.

Mereka adalah I Wayan Koster yang berpasangan dengan Tjokorda Oka Arta Ardana Sukawati (didukung PDIP, Hanura, PAN, PPP dan PKB) dan Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra yang berpasangan dengan I Ketut Sudikerta (didukung Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PKPI, Perindo dan PBB).

Kemeriahan juga terasa di Jalan Pangeran Ratu Blok B8, Seberang Ulu I, Kota Palembang, tempat KPU Sumatera Selatan berkantor. Ketua KPU Sumsel Aspahani mengatakan, pihaknya sudah selesai meneliti berkas persyaratan dan memutuskan semua bakal pasangan calon di Pilkada Sumsel telah memenuhi persyaratan.

"Rapat pleno terbuka ini sudah menetapkan dan memutuskan semua paslon memenuhi syarat. Setelah penetapan ini, besok akan ditentukan nomor urut paslon melalui pengundian," ujar Aspahani.

Keempat pasangan calon yang lolos yaitu Herman Deru-Mawardi Yahya (didukung Partai Nasdem, PAN, dan Hanura), Ishak Mekki-Yudha Pratomo (didukung Partai Demokrat, PPP, dan PBB), Aswari Rivai-Irwansyah (didukung Partai Gerindra dan PKS), dan pasangan Dodi Reza Alex Noerdin-Giri Ramandha Kiemas (didukung Partai Golkar, PKB, dan PDIP).

Rapat Pleno Terbuka penetapan pasangan calon dalam kontestasi Pilgub Jateng 2018. (foto: Liputan6.com/edhie)

Wajah cerah juga diperlihatkan tim pemenangan pasangan Sudirman Said-Ida Fauziyah dan Ganjar Pranowo-Taj Yasin. Dua pasangan ini ditetapkan KPU Jateng dalam rapat pleno terbuka yang digelar di kantornya Jalan Veteran 1A, Gajahmungkur, Semarang.

Ketua KPU Jateng Joko Purnomo mengatakan, setelah resmi ditetapkan sebagai konstestan Pilkada Jateng 2018, maka kedua pasangan calon memiliki hak, kewajiban, dan larangan yang sama.

"Di antaranya, hak untuk berkampanye, kewajiban mematuhi perundangan kampanye, serta larangan melanggar undang-undang," kata Joko di Kantor KPU Jateng.

Dengan begitu, penetapan calon kepala daerah di enam wilayah utama di luar Sumut, nyaris tanpa masalah. Selamat bagi calon kepala daerah yang akan bersaing merebut hati pemilih.

Video Terkini