Liputan6.com, Yogyakarta: Sebanyak 2.682 warga yang tempat tinggalnya terkena dampak erupsi Gunung Merapi secara langsung akan direlokasi. Selanjutnya kawasan tersebut dinyatakan daerah berbahaya dan menjadi kawasan hutan. Hal ini disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif, Selasa (12/4), di Yogyakarta.
"Kami bersama gubernur DIY akan menetapkan wilayah yang boleh ditinggali atau tidak secara berjenjang. Tahapan relokasi untuk semua kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi akan dimulai pada 2011 dan ditargetkan selesai pada 2013," kata Syamsul, seusai rapat koordinasi dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Menurut Syamsul, pemanfaatan lahan yang tidak boleh ditinggali dalam rangka pengamanan serta penyediaan air bersih akan dijadikan kawasan hutan. "Statusnya apakah hutan taman nasional atau hutan lindung itu masih belum diputuskan. Hal itu sedang dikaji," katanya.
Syamsul mengatakan, pertimbangan dilakukannya relokasi warga itu bukan berdasarkan radius, tetapi probabilitas untuk arah lahar seandainya Merapi meletus lagi. Itu akan dicantumkan dalam peta makro daerah-daerah yang istilahnya mutlak untuk tidak dapat ditinggali masyarakat.
Jika dilihat gambar peta, tampaknya berkisar dari puncak sampai dengan 15-17 kilometer itu akan menjadi kawasan lindung. "Kami akan menggunakan skema yang sama seperti halnya dalam rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa 2006. Beberapa upaya pemberian insentif juga akan dibicarakan lebih lanjut," kata Syamsul.
Jadi, istilahnya bukan ganti rugi, tetapi lebih pada insentif. Setelah dilakukan tinjauan di lapangan, masyarakat akan diajak bicara gubernur. "Dalam waktu satu bulan ke depan diharapkan ada kepastian daerah mana yang dilarang. Tempat baru relatif sudah ada," katanya.(ULF)
"Kami bersama gubernur DIY akan menetapkan wilayah yang boleh ditinggali atau tidak secara berjenjang. Tahapan relokasi untuk semua kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi akan dimulai pada 2011 dan ditargetkan selesai pada 2013," kata Syamsul, seusai rapat koordinasi dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Menurut Syamsul, pemanfaatan lahan yang tidak boleh ditinggali dalam rangka pengamanan serta penyediaan air bersih akan dijadikan kawasan hutan. "Statusnya apakah hutan taman nasional atau hutan lindung itu masih belum diputuskan. Hal itu sedang dikaji," katanya.
Syamsul mengatakan, pertimbangan dilakukannya relokasi warga itu bukan berdasarkan radius, tetapi probabilitas untuk arah lahar seandainya Merapi meletus lagi. Itu akan dicantumkan dalam peta makro daerah-daerah yang istilahnya mutlak untuk tidak dapat ditinggali masyarakat.
Jika dilihat gambar peta, tampaknya berkisar dari puncak sampai dengan 15-17 kilometer itu akan menjadi kawasan lindung. "Kami akan menggunakan skema yang sama seperti halnya dalam rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa 2006. Beberapa upaya pemberian insentif juga akan dibicarakan lebih lanjut," kata Syamsul.
Jadi, istilahnya bukan ganti rugi, tetapi lebih pada insentif. Setelah dilakukan tinjauan di lapangan, masyarakat akan diajak bicara gubernur. "Dalam waktu satu bulan ke depan diharapkan ada kepastian daerah mana yang dilarang. Tempat baru relatif sudah ada," katanya.(ULF)