Liputan6.com, Kendari: Sekitar 1.500 pegawai negeri sipil dan pegawai kontrak di lingkup Pemerintah Kota Kendari berdemonstrasi di kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara memprotes penahanan tersangka korupsi Sekretaris Kota Kendari berinisial AM (52). Demonstran yang berpakaian dinas lengkap itu mengepung kantor Kejati Sultra, Kamis (14/4).
Â
Armada pengangkut sampah, termasuk kendaraan tinja diparkir di depan gerbang masuk Kejati Sultra dan mengancam akan menyemprotkan ke pos piket kalau pengunjuk rasa tidak dibolehkan berdialog dengan Kepala Kejati Sultra. Aparat kepolisian terlihat siaga mengamankan dan berusaha memfasilitasi dialog kedua belah pihak yang melibatkan sejumlah pejabat pemerintah Kota Kendari.
Â
Selain menjebloskan Sekretaris Kota Kendari dalam rumah tahanan, kejaksaan juga menahan kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Kendari, RE (47) atas tuduhan korupsi dalam kegiatan pengadaan tanah perluasan kantor Gubernur Sultra.
Â
Juru bicara aksi Jainuddin Umar mengatakan tim sembilan yang dibentuk untuk memproses secara teknis pengadaan tanah perluasan kantor Gubernur Sultra 2010 sesuai dengan perundang-undangan yang ada. "Tim sembilan yang diketuai Sekretaris Kota Kendari dan Kepala BPN sebagai sekretaris tim bekerja sesuai kewenangan yang dimiliki," katanya. Oleh karena itu, penetapan sebagai tersangka atas tuduhan merugikan keuangan negara dan tindakan hukum penahanan terkesan mengada-ada.
Namun, Kasi Penkum dan Humas Kejati Sultra, Asrul Alimina mengatakan penahanan tersangka semata-mata untuk proses penegakan hukum. "Jaksa melakukan penahanan demi proses hukum. Tidak ada tendensi lain. Jaksa bekerja profesional berdasarkan fakta hukum," kata Alimina. Penyidik berwenang menahan tersangka atas alasan kekhawatiran melarikan diri, menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan dan mempengaruhi saksi.
   Â
Tersangka diduga kuat merugikan keuangan negara karena membayar ganti rugi tanah perluasan kantor Gubernur Sultra kepada 29 orang yang hanya memiliki surat keterangan pengolahan. "Sertifikat adalah surat kepemilikan tanah yang sah menurut hukum. Sedangkan surat keterangan pengolahan tidak termasuk dalam kategori alas hak yang sah," katanya.
   Â
Pemerintah Provinsi Sultra mengalokasikan anggaran perluasan pengadaan tanah pembangunan Kantor Gubernur Sultra tahun anggaran 2010 sebesar Rp 2,3 miliar. Lazimnya dalam kegiatan pembebasan tanah, maka pemerintah penguasa obyek yakni Pemerintah Kota Kendari mengangkat panitia sembilan untuk memproses secara teknis pengadaan tanah dimaksud.
   Â
Tim sembilan yang diketuai Sekretaris Kota Kendari dan kepala BPN sebagai sekretaris tim mengadakan pendataaan tanah dengan luas yang direncanakan 46.731 m2. Tanah seluas 46.731 m2 tersebut tercatat dimiliki atau dikuasai 31 orang dengan harga jual Rp 50.000/m2.
   Â
Namun, penyidik menilai hanya dua orang pemilik yang wajar mendapatkan ganti rugi dari pemerintah karena memiliki bukti kepemilihan yang sah berupa setifikat. Sedangkan 29 orang dengan nilai ganti rugi Rp 2,1 miliar tidak pantas karena hanya berupa surat keterangan pengolahan.(ADO/Ant)
Â
Armada pengangkut sampah, termasuk kendaraan tinja diparkir di depan gerbang masuk Kejati Sultra dan mengancam akan menyemprotkan ke pos piket kalau pengunjuk rasa tidak dibolehkan berdialog dengan Kepala Kejati Sultra. Aparat kepolisian terlihat siaga mengamankan dan berusaha memfasilitasi dialog kedua belah pihak yang melibatkan sejumlah pejabat pemerintah Kota Kendari.
Â
Selain menjebloskan Sekretaris Kota Kendari dalam rumah tahanan, kejaksaan juga menahan kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Kendari, RE (47) atas tuduhan korupsi dalam kegiatan pengadaan tanah perluasan kantor Gubernur Sultra.
Â
Juru bicara aksi Jainuddin Umar mengatakan tim sembilan yang dibentuk untuk memproses secara teknis pengadaan tanah perluasan kantor Gubernur Sultra 2010 sesuai dengan perundang-undangan yang ada. "Tim sembilan yang diketuai Sekretaris Kota Kendari dan Kepala BPN sebagai sekretaris tim bekerja sesuai kewenangan yang dimiliki," katanya. Oleh karena itu, penetapan sebagai tersangka atas tuduhan merugikan keuangan negara dan tindakan hukum penahanan terkesan mengada-ada.
Namun, Kasi Penkum dan Humas Kejati Sultra, Asrul Alimina mengatakan penahanan tersangka semata-mata untuk proses penegakan hukum. "Jaksa melakukan penahanan demi proses hukum. Tidak ada tendensi lain. Jaksa bekerja profesional berdasarkan fakta hukum," kata Alimina. Penyidik berwenang menahan tersangka atas alasan kekhawatiran melarikan diri, menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan dan mempengaruhi saksi.
   Â
Tersangka diduga kuat merugikan keuangan negara karena membayar ganti rugi tanah perluasan kantor Gubernur Sultra kepada 29 orang yang hanya memiliki surat keterangan pengolahan. "Sertifikat adalah surat kepemilikan tanah yang sah menurut hukum. Sedangkan surat keterangan pengolahan tidak termasuk dalam kategori alas hak yang sah," katanya.
   Â
Pemerintah Provinsi Sultra mengalokasikan anggaran perluasan pengadaan tanah pembangunan Kantor Gubernur Sultra tahun anggaran 2010 sebesar Rp 2,3 miliar. Lazimnya dalam kegiatan pembebasan tanah, maka pemerintah penguasa obyek yakni Pemerintah Kota Kendari mengangkat panitia sembilan untuk memproses secara teknis pengadaan tanah dimaksud.
   Â
Tim sembilan yang diketuai Sekretaris Kota Kendari dan kepala BPN sebagai sekretaris tim mengadakan pendataaan tanah dengan luas yang direncanakan 46.731 m2. Tanah seluas 46.731 m2 tersebut tercatat dimiliki atau dikuasai 31 orang dengan harga jual Rp 50.000/m2.
   Â
Namun, penyidik menilai hanya dua orang pemilik yang wajar mendapatkan ganti rugi dari pemerintah karena memiliki bukti kepemilihan yang sah berupa setifikat. Sedangkan 29 orang dengan nilai ganti rugi Rp 2,1 miliar tidak pantas karena hanya berupa surat keterangan pengolahan.(ADO/Ant)