Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly bereaksi soal Pasal 245 UU MD3 yang baru saja disahkan.
Dalam pasal itu, DPR dan pemerintah sepakat bahwa pemeriksaan anggota DPR harus dipertimbangkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terlebih dahulu, sebelum dilimpahkan kepada presiden untuk pemberian izin bagi aparat penegak hukum.
Akan tetapi, menurut Yasonna, pemanggilan anggota DPR yang terlibat kasus dugaan korupsi, teroris, narkoba, dan makar tidak perlu izin dari Presiden.
Advertisement
Yasonna mengakui, sebelum UU MD3 disahkan, terjadi perdebatan yang luar biasa dan ada beberapa draf yang tidak dapat disetujui oleh pemerintah. Misalnya soal kejahatan yang diancam hukuman mati dan seumur hidup, seperti pembunuhan, tidak perlu seizin Presiden.
"Untuk yang pidana khusus, korupsi, teroris, narkoba, makar, itu tidak perlu izin Presiden. Itu saya ngotot di situ. Urusan-urusan seperti itu tidak perlu izin Presiden (jika anggota DPR akan diperiksa)," tutur Yasonna di kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Izin Presiden
Sebaliknya jika anggota DPR sedang melakukan tugas yang diamanatkan undang-undang, tetapi di tengah jalan dituduh melakukan pindana oleh pihak lain, maka pemeriksaannya oleh penegak hukum perlu seizin Presiden.
"Direndahkan martabatnya atau disangkakan melakukan tindak pidana dalam melakukan tugas konstitusionalnya, itu harus ada (izin presiden)," ucap Yasona.
Lolosnya Pasal 245 UU MD3 juga telah membuat KPK kaget.
"Kalau saya bandingkan, itu melanggar prinsip umum hukum, tidak boleh ada keistimewaan. Saya Pak Agus, Bu Basaria, enggak perlu izin siapa kalau mau dipanggil oleh kepolisian," ujar Wakil Ketua KPK Laode Syarif, Selasa, 13 Februari 2018.
Advertisement