Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus ujaran kebencian Asma Dewi memprotes penangkapannya. Hal itu dilakukannya saat membacakan pleidoi atau pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2018). Dalam pleidoinya, Asma Dewi mengatakan, ia merasa menjadi korban politik.
"Saya ditangkap oleh kurang lebih 15 orang anggota Cyber Crime. Mereka lompat pagar dan mematikan listrik tanpa membuat surat penggeledahan, karena surat penggeledahan baru dibuat setelah saya tanda tangani, setelah saya ditahan 15 hari di Polda," papar Asma Dewi.
Dalam pleidoi itu, dia juga menyebutkan, penangkapannya tanpa didampingi RT/RW yang memungkinkan untuk menjadi saksi.
Advertisement
"Polisi mengatakan bahwa tidak ada orang di kantor RW. Padahal banyak tetangga saya yang termasuk pegawai RW yang menyaksikan dan menelepon kakak saya," jelas dia.
Asma Dewi juga mempertanyakan namanya yang disebut-sebut sebagai bagian dari jaringan penebar kebencian Saracen.
"Mereka menanyakan soal Facebook saya. Apa urusannya Facebook saya dengan Saracen. Apalagi dengan berita yang berkembang di medsos," ujar Asma Dewi.
Â
Tak Tahu Saracen
Dia pun menyesalkan namanya yang sudah terlanjur terkenal lantaran disebut-sebut sebagai bendahara Saracen.
"Saya bukan siapa-siapa. Saya dikenal orang banyak setelah berita di media massa dan elektronik. Saya di-bully di medsos bukan karena postingan Facebook saya 2016, tapi karena saya difitnah polisi sebagai Saracen," ujar dia.
Asma Dewi mengaku sama sekali tidak mengetahui Saracen.
"Seperti Saracen yang sosoknya pun sampai sekarang tidak pernah jelas apa dan siapa itu Saracen," ujar dia.
Dia juga menepis adanya transaksi uang Rp 75 juta di rekeningnya.
"Dari mana saya punya duit sebanyak itu sedangkan ongkos hidup sehari-hari saya saja sudah pas-pasan," ujar dia.
Asma Dewi saat ini tidak ditahan. Dia dibebaskan pada Minggu, 18 Februari 2018, karena masa tahanannya selama 90 hari sudah berakhir.
Advertisement