Sukses

Kiprah Prof Sardjito di Kesehatan dan Perjuangan Bangsa

Selain memiliki rekam jejak pendidikan yang cemerlang, Sardjito juga aktif di dalam organisasi dan perhimpunan mahasiwa.

Liputan6.com, Jakarta Nama Profesor Sardjito memang bukan sosok pelaku sejarah yang populer di kalangan masyarakat Indonesia. Bahkan, mungkin namanya hampir tak pernah disebut dalam buku teks sejarah di sekolah-sekolah.

Namun, menurut Rektor UGM Panut Mulyono, nama Sardjito tidak asing di kalangan masyarakat Yogyakarta. Sebab, Sardjito merupakan nama rumah sakit terbesar di Yogyakarta.

"Bagi masyarakat Indonesia, khususnya DIY dan Jateng nama Sardjito sudah tidak asing karena identik dengan rumah sakit umum pusat di Yogya," tutur Panut saat memberikan sambutan pada seminar nasional dalam rangka pengusulan gelar pahlawan nasional kepada Sardjito di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat, Selasa (27/2/2018).

Saat ini Sardjito tengah diusulkan untuk yang kedua kalinya menjadi pahlawan nasional oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII). Lalu siapa sebenarnya Sardjito?

Pria bergelar lengkap Prof. Dr. M. Sardjito, MPH merupakan kelahiran Magetan pada 13 Agustus 1888. Ia adalah seorang dokter lulusan STOVIA (sekolah kedokteran di zaman kolonial Belanda) tahun 1915.

Sang ayah yang berprofesi sebagai guru membuatnya selalu peduli dengan dunia pendidikan. Selain memiliki rekam jejak pendidikan yang cemerlang, Sardjito juga aktif di dalam organisasi dan perhimpunan mahasiswa. Dia pernah didaulat menjadi Ketua Budi Utomo Cabang Jakarta.

 

2 dari 2 halaman

Menyelundupkan Buku

Kecintaannya pada dunia pendidikan nampak saat tahun Proklamasi 1945. Belanda dan sekutu yang masih belum menyerah, menyerbu beberapa daerah di Indonesia. Untuk menyelamatkan aset pendidikan dari pertempuran tersebut, dia pun bertekad menyelundupkan buku-buku dari Institut Pasteur ke Klaten dan Solo.

Pada tahun 1949 Sardjito diangkat menjadi Rektor Universiteit Negeri Gadjah Mada atau yang sekarang lebih dikenal dengan Universitas Gadjah Mada. Pada masa itu tidaklah mudah menghasilkan keuntungan berupa materi dengan menjadi seorang rektor.

"Tetapi seorang rektor harus bersedia berkorban untuk menghidupi universitas yang di pimpinnya," jelas Panut.

Selain menjadi founding father UGM, Sardjito juga mendirikan Universitas Islam Indonesia (UII).

Video Terkini