Sukses

72 Tahun Terbit, Harian Bernas Yogyakarta 'Tutup Usia'

Harian Bernas sendiri sudah berusia 72 tahun jika sampai 15 November 2018 nanti.

Liputan6.com, Yogyakarta - Kabar mengejutkan datang dari Harian Bernas yang didirikan Menteri Penerangan pertama RI Mr Soemanang pada 15 November 1946. Hari ini menjadi edisi terakhir koran di Yogyakarta ini terbit.

"Iya, ini hari terakhir kami terbit," kata Fransisca Diwati, Pemimpin Umum Harian Bernas, kepada Liputan6.com Rabu (28/2/2018).

Ia menyebut langkah ini harus diambil manajemen Harian Bernas Yogyakarta setelah melalui tiga zaman perjalanan pemerintahan bangsa Indonesia, mulai dari zaman Orde Lama, zaman Orde Baru hingga kini zaman Orde Reformasi. Harian Bernas sendiri sudah berusia 72 tahun jika sampai 15 November 2018 nanti.

"Hari ini, setelah melayani masyarakat selama hampir 72 tahun, Bernas melakukan perubahan berani, bukan karena sedang “tren” mau ikut-ikutan dengan yang lain dengan menghentikan divisi bisnisnya, namun menyikapi sinyal-sinyal yang semakin kuat, di mana manajemen harus secara cepat membuat keputusan yang berani, yaitu melakukan migrasi dari surat kabar Harian Bernas menuju fokus pada media online dengan brand Bernas.id," ujar Sisca.

Perempuan yang biasa dipanggil Bunda Sisca ini mengatakan, manajemen bergerak cepat untuk menghadapi persaingan zaman. Di antaranya membuat gebrakan ke media online yang saat ini dekat dengan masyarakat.

"Media online ini telah dipersiapkan selama 2,5 tahun belakangan ini, sembari merancang strategi baru mempersiapkan Bernas dengan konsep dan konfigurasi yang lebih milenial dan memiliki prospek yang lebih menjanjikan. Keputusan ini pasti mengguncang sebagian masyarakat yang sudah mengenal Harian Bernas sebagai media yang sempat mengalami masa kejayaan hingga jatuh bangun berjuang untuk terus bertahan tetap terbit hingga hari ini," katanya.

Bunda Sisca mengaku sangat berat untuk media cetak dapat bertahan di era masa kini. Sehingga beberapa program sudah dirancang dengan tetap di jalur media informasi.

"Ini masih digodok sambil kita tarik napas dulu ya. Media cetak cukup berat di era ini. Kalau kita enggak punya inovasi cerdas bisa mati konyol," kata Sisca.

Menurut dia, dengan tidak terbitnya media yang sudah puluhan tahun terbit ini menjadi alarm bagi media cetak lainnya di Jogja. Bahkan, menurut dia, ini juga menjadi alarm bagi media cetak di seluruh dunia.

"Bukan hanya jadi alarm di media yang ada di Jogja. Tapi juga Di seluruh dunia. Kita mesti paham sinyal sinyal dan jangan terlambat menyikapi," kata Sisca.

 

2 dari 2 halaman

Perubahan Membawa Harapan

Ia juga menuliskan kata terakhir dalam terbitan Harian Bernas hari ini berjudul "Perubahan Membawa Harapan".

Tulisan terakhirnya menyebutkan perubahan Harian Bernas menuju ke media online untuk tetap bertahan dalam industri ini.

"Menurut pakar manajemen Rhenald Kasali, fenomena tutup menutup ini sekarang menjadi fenomena di banyak perusahaan, terutama perusahaan yang lamban beradaptasi dengan perkembangan zaman. Jika masih banyak perusahaan yang tidak bisa menangkap sinyal sinyal perubahan sejak dini, maka dipastikan perusahaan tidak hanya harus menutup divisi bisnisnya, tapi juga menutup seluruh perusahaannya," tulisnya dalam tulisannya.

Ia juga menuliskan makna kata BERNAS yang berarti 'padat berisi' atau 'mentes' dan dalam bahasa Madura bermakna 'gagah perwira', membuat tim Bernas menjadi para pejuang media yang pantang menyerah dalam kesulitan dan tekanan.

Ini terbukti seorang wartawan Udin menjadi pahawan, meninggal karena profesinya. Walaupun tidak terbit cetak lagi, pihaknya berharap kasus Udin segera selesai.

"Tentu saja. Kami masih berharap bisa terungkap kasus Udin," kata Sisca.

Ia berharap kehadiran Harian Bernas selama ini memberikan banyak manfaat kepada masyarakat luas. Ia juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung Harian Bernas ini hadir.

"Cinta, doa dan semangat kepada Harian Bernas. Selama matahari di atas sana masih bersinar, yakinlah.. harapan masih selalu ada di depan sana," katanya.