Liputan6.com, Jakarta - Karakter dan sikap anak akan tergantung dengan orangtuanya. Namun, bagaimana bila anak dan ayahnya memiliki sifat dan status yang sama, yaitu sebagai tersangka KPK.
Hal itu terungkap dari daftar nama yang menjadi tersangka KPK. Mulai dari anggota DPR maupun kepala daerah, anak dan ayah itu kompak mengenakan rompi oranye KPK.
Tak hanya itu, mereka juga harus bolak-balik ke gedung KPK untuk menjalani penyidikan. Yang lebih miris, anak dan ayah itu harus merasakan dinginnya sel penjara.
Advertisement
Berikut ini kisah ayah dan anak yang kompak terjerat KPK. Siapa saja?
Â
Â
Â
Â
1. Bupati Kukar dan Ayahnya
KPK telah menetapkan Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari sebagai tersangka kasus gratifikasi. Dia diduga menerima gratifikasi dari PT Media Bangun Bersama.
Tidak hanya Rita, KPK juga menetapkan komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, sebagai tersangka.
Penetapan tersangka terungkap setelah adanya penggeledahan yang dilakukan delapan orang penyidik KPK di kantor Pemda Kutai Kartanegara. Rita disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Rita merupakan anak mantan Bupati Kukar periode 1999-2004 dan 2005-2010, Syaukani Hasan Rais. Syaukani pernah ditetapkan tersangka oleh KPK pada 18 Desember 2006.
Syaukani jadi tersangka dalam kasus korupsi pembebasan lahan Bandara Loa Kulu yang merugikan negara Rp 15,36 miliar. Hukuman dua tahun enam bulan penjara pun dijatuhkan hakim Tipikor pada 14 Desember 2007 lantaran terbukti melakukan tindak pidana korupsi selama 2001 hingga 2005 dan merugikan negara Rp 113 miliar.
Syaukani juga terbukti menyalahgunakan dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan Bandara Kutai, dana pembangunan Bandara Kutai, dan penyalahgunaan dana pos anggaran kesejahteraan masyarakat.
Setelah menjalani masa tahanan, ia meninggal dunia di Samarinda pada 27 Juli 2016 saat berusia 67 tahun.
Â
Advertisement
2. Wali Kota Cilegon dan Ayahnya
KPK menetapkan Wali Kota Cilegon nonaktif Iman Ariyadi serta Kepala Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Cilegon Ahmad Dita Prawira dan seorang pihak swasta bernama Hendry sebagai tersangka, Sabtu, 23 September 2017.
Iman dan Dita Prawira diduga menerima suap dari PT KIEC dan PT Brantas Abipraya sebesar Rp 1,5 miliar. Uang itu ditengarai untuk memuluskan perizinan pembangunan Transmart di Kota Cilegon.
Dari pihak pemberi, KPK menetapkan Project Manager PT Brantas Abipraya Bayu Dwinanto Utomo, dan Direktur Utama PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) Tubagus Dony Sugihmukti, dan Legal Manager PT KIEC Eka Wandoro sebagai tersangka.
Iman merupakan anak mantan Wali Kota Cilegon Tubagus Aat Syafaat yang juga menjabat dua periode 2000-2005 dan 2005-2010. Aat sendiri juga pernah merasakan hidup di dalam penjara.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang, Banten, menjatuhkan vonis kepada Aat sebesar 3 tahun 6 bulan penjara pada Maret 2013.
Itu menyusul setelah dia menjadi tersangka kasus korupsi pembangunan dermaga trestle Kubangsari di Cilegon pada 2012. Aat terbukti merekayasa pemenang lelang dan menggelembungkan harga pembangunan dermaga, sehingga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 11,5 miliar.
Kasus itu terjadi ketika Pemkot Cilegon menyetujui nota kesepahaman (MoU) dengan PT Krakatau Steel terkait tukar guling lahan untuk pembangunan pabrik Krakatau Posco dan dermaga Kota Cilegon.
Aat kini telah tutup usia pada 10 November 2016 lalu.
Â
3. Wali Kota Kendari dan Ayahnya
Yang teranyar terjadi hari ini. KPK dikabarkan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kendari, Sulawesi Tenggara. Terkait OTT itu, KPK disebut memeriksa Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, mantan Wali Kota Kendari dua periode, Asrun.
Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Sunarto, membenarkan ada Wali Kota dan mantan Wali Kota Kendari di Mapolda Sultra. Dia memberikan pernyataan setelah mengecek langsung di ruangan pemeriksaan di lantai dua Polda Sultra.
"Benar, ada Wali Kota Kendari dan AS serta beberapa orang lainnya. Mereka sementara diperiksa," ujar Sunarto di Kendari, Rabu (28/2/2018).
Menurut dia, pihak Polda hanya memberikan fasilitas dan mem-back up KPK. Selebihnya, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk menyelesaikan pemeriksaan.
"Terkait motif atau alasan, silakan tanya ke KPK," ujar Sunarto.
Asrun dan Adriatma Dwi Putra diperiksa di Polda Sulawesi Tenggara oleh tim KPK sejak pukul 05.30 Wita, Rabu (28/2/2018).
Sementara, pihak KPK belum dapat dihubungi untuk memberikan konfirmasi terkait OTT tersebut.
Advertisement