Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, calon gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Asrun, sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Pemkot Kendari.
KPK menduga, Adriatma meminta uang suap untuk kepentingan biaya politik atau kampanye sang ayah, Asrun, yang mencalonkan diri di Pemilihan Gubernur Sultra 2018.
Baca Juga
"Permintaan dari Wali Kota Kendari untuk kepentingan biaya politik dari ASR (Asrun), cagub di Sultra yang merupakan ayah dari wali kota," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (1/3/2018).
Advertisement
Menurut dia, Adriatma diduga menerima uang suap sebesar Rp 2,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah. Penerimaan uang itu diberikan secara dua tahap. Pertama terdiri Rp 1,5 miliar dan kedua Rp 1,3 miliar.
"Total Rp 2,8 miliar. Rp 1,5 m di antaranya pengambilan dari bank dan ditambahkan Rp 1,3 miliar dari kas pemberi PT SBN," jelas Basaria.
Selain Wali Kota Kendari Adriatman dan Asrun, KPK juga menetapkan mantan Kepala BPKAD Fatmawati Faqih dan Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah, sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pasal yang Menjerat
Atas perbuatannya, sebagai pemberi Hasmun Hamzah disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pihak penerima, Adriatma, Asrun, dan Fatmawati disangkakan melanggar Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Advertisement