Sukses

Berat Badan Abu Bakar Baasyir Turun Sejak 2 Bulan Lalu

Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir mengeluhkan sakit pada kedua kakinya. Kedua kakinya bengkak, nyeri, dan sering kesemutan.

Liputan6.com, Jakarta - Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir mengeluhkan sakit pada kedua kakinya. Kedua kakinya bengkak, nyeri, dan sering kesemutan.

Sudah lama dia mengeluhkan sakitnya tersebut. Namun, jadwal kontrolnya selalu tertunda-tunda. Kontrol yang seharusnya berlangsung November 2017, baru dilakukan Kamis kemarin, 1 Maret 2018.

Turunnya kondisi kesehatan Abu Bakar Baasyir pun berimbas pada berat badannya. 

"Ya memang sudah sejak dua bulan terahir ini tubuhnya susut menjadi kurus. Kemarin ditimbang bobot tubuhnya 65 kg," ujar orang kepercayaan Abu Bakar Baasyir, Hasyim, kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat (2/3/2018).

Dokter RSCM menyatakan, ada penyumbatan di pembuluh darah vena terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Baasyir. Baasyir mendapat diagnosis yang sama seperti hasil observasi dokter tujuh bulan lalu.

Terakhir, Abu Bakar Baasyir terdiagnosis terkena deep vein thrombosis. Itu merupakan hasil pemeriksaan tim medis MER-C bersama medis Lapas Gunung Sindur pada 30 September 2017.

2 dari 2 halaman

Ingin Pindah ke Solo

Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Umum dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, karena kedua kakinya bengkak. Kesehatan kaki Baasyir memburuk lantaran jadwal kontrolnya tertunda-tunda.

Pemeriksaan hari ini di RSCM merupakan jadwal kontrol rutin Abu Bakar Baasyir yang terunda selama kurang lebih empat bulan.

Tim Pengacara Muslim yang mendampingi Abu Bakar Baasyir, Achmad Michdan, mengatakan pihak keluarga memiliki harapan khusus agar kejadian serupa tidak terulang. Mereka ingin, Baasyir dipindah ke lapas yang ada di Solo, Jawa Tengah.

"Ya kita minta agar ustaz bisa berada dekat lingkungan keluarga dan rumah sakit, LP di Solo yang dekat dengan lingkungan keluarga," kata Michdan kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (1/3/2018).

Terlebih, lanjut dia, itu merupakan hak setiap narapidana. Permintaan ini sudah diajukan kepada Pemerintah RI semenjak kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai ke Presiden Joko Widodo.