Liputan6.com, Jakarta - Fredrich Yunadi dan dokter Bimanesh Sutarjo sama-sama didakwa merintangi proses hukum perkara korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov).
Keduanya diduga merekayasa sakit Setnov agar terhindar dari pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Meski didakwa dengan dakwaan yang sama, nyatanya keduanya berbeda dalam menanggapi dakwaan jaksa penuntut umum KPK. Bimanesh lebih santai menghadapi dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 8 Maret 2018 kemarin
Advertisement
Sedangkan Fredrich Yunadi, dia tak menerima sedikitpun dakwaan tersebut. Dia yang didakwa pada Kamis 8 Februari 2018 menganggap dakwaan jaksa KPK palsu dan rekayasa.
Usai mendengar dakwaan jaksa KPK, Fredrich yang mengaku sudah membaca berkas dakwaan sebelum dibacakan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor langsung ingin mengajukan eksepsi pada hari itu juga.
Fredrich mengaku sudah menyiapkan nota keberataan terhdap dakwaan tersebut. Namun akhirnya pembacaan eksepsi tidak jadi disampaikan pada hari itu. Eksepsi ditunda hingga pekan berikutnya, yakni pada Kamis 15 Februari 2018.
Dengan eksepsi yang diajukan Fredrich, jaksa KPK pun langsung menyiapkan jawaban atas eksepsi tersebut. Jaksa pun membacakan jawaban pada Kamis 22 Februari 2018.
Alhasil, pada Senin 5 Maret 2018, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menolak eksepsi Fredrich dan meminta agar jaksa KPK meneruskan sidang kasus dugaan merintangi proses hukum perkara e-KTP.
Eksepsinya ditolak, dengan nada tinggi Fredrich langsung ingin mengajukan banding. Hakim sempat kewalahan dengan tindak-tanduk Fredrich dan meminta agar sidang ditunda untuk beberapa menit.
Hakim Syaifudin Zuhri yang menjadi ketua menyatakan akan berdiskusi dengan anggota hakim lainnya atas permintaan banding Fredrich. Usai berdiskusi kurang lebih setengah jam, Hakim Syaifudin menegaskan tetap akan melanjutkan sidang Fredrich dengan agenda pemeriksaan saksi pada Kamis 15 Maret 2018.
Hakim Syaifudin meminta agar permintaan banding Fredrich diajukan usai sidang pokok perkara selesai, artinya setelah hakim menyampaikan vonis terhadap Fredrich dalam perkara ini.
Fredrich pun naik pitam dan berjanji tak akan menghadiri sidang. Jika dirinya dipaksa hadir dalam sidang oleh jaksa KPK, dia berjanji tak akan mau membuka mulut dan telinga. Namun hal tersebut tak menjadi persoalan bagi jaksa KPK.
Jaksa KPK Takdir Suhan hanya tersenyum dengan pernyataan Fredrich tersebut. Apalagi, Hakim Syaifudin sempat mengatakan bahwa jaksa KPK lebih paham bagaimana cara menghadapi Fredrich Yunadi.
Bimanesh Kalem
Berbeda dengan Fredrich, Bimanesh Sutarjo lebih bisa menerima dakwaan jaksa KPK. Bahkan, Bimanesh tak berniat sama sekali mengajukan eksepsi.
Melalui penasihat hukumnya, Wirawan Adnan, Fredrich menyatakan sikap tak akan melawan jaksa KPK. Menurut Adnan, eksepsi hanya akan membuang-buang waktu.
"Karena memang pertama kami ingin (sidang) bisa lebih cepat," ujar Adnan usai pembacaan dakwan Bimanesh Sutarjo di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 8 Maret 2018.
Lagipula, menurut Adnan, melihat dari sidang-sidang sebelumnya, eksepsi lebih banyak ditolak majelis hakim daripada diterima. Adnan juga mengaku sudah menyimpan bukti-bukti yang akan diperlihatkan di dalam sidang selanjutnya.
"Dan kedua, kita juga sudah tahu statistikmya tentang keberatan itu, yak kan ditolak sehingga akan menunda sidang. Minimal menjadi empat sidang berikutnya. Ya jadi kita ingin menghindari itu. Lebih efektif kalau langsung saja ke masalah pembuktian," kata Adnan.
Adnan berkeyakinan kliennya tak ikut serta dalam merintangi proses hukum perkara e-KTP. Serupa dengan Adnan, kuasa hukum Fredrich, Sapriyanto Reva juga yakin kliennya tak melakukan seperti apa yang didakwakan.
Meski sama-sama yakin tak melakukan seperti dalam dakwaan, namun keduanya terlihat berbeda dalam menanggapi.
Mana yang lebih elegan? Fredrich atau Bimanesh?
Advertisement