Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair) Basuki Minarno turut mencermati kasus peredaran narkoba Teddy Minahasa. Dia meminta majelis hakim betul-betul memperhatikan fakta yang muncul dalam persidangan.
Â
Dia menyebut, terkait pembuktian dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus ini masih banyak kelemahan. Salah satunya berkaitan dengan asal usul sabu yang masih belum jelas.
Â
"Saya cermati satu-persatu dari beberapa keterangan dari saksi, dari dakwaan, tuntutan, pledoi, replik, duplik, kalau saya lihat dari sisi pembuktiannya yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum, itu banyak lubangnya (loopholes)," ujar Basuki dalam keterangannya, Sabtu (6/5/2023).
Â
Basuki menyebut hal paling utama yang harus diungkap JPU di persidangan ini adalah terkait asal usul sabu sebagai barang bukti. Menurut dia, mulai dari awal hingga menjelang vonis, JPU tidak mampu mengungkap dengan jelas asal usul barang bukti sabu tersebut.Â
Â
"Jadi menurut saya, yang paling utama dijawab adalah asal usul sabu, ini pokok persoalan. Apakah benar sabu ini berasal dari penyisihan yang ada di Polda Sumatera Barat? atau Polres Bukittinggi? ini harus terjawab dulu," kata dia.
Â
2 dari 2 halaman
Teka Teki Barang Bukti Sabu
Seperti diketahui Polda Metro Jaya sebelumnya menyita barang bukti sabu seberat 3,3 kg di Jakarta dari AKBP Doddy Prawiranegara, Syamsul Ma'arif, Linda Pujiastuti, dan Kasranto. Klaimnya sabu tersebut berasal dari penyisihan barang bukti sitaan polres Bukittinggi.
Â
Namun dari surat berita acara pemusnahan dan kesaksian para saksi di persidangan, tidak ada penyisihan karena semua barang bukti sabu hasil sitaan seberat 35 kg telah dimusnahkan.
Â
Atas dasar itu dia mempertanyakan barang bukti sabu seberat 3,3 kg yang disita Polda Metro Jaya di Jakarta ini berasal dari mana. Menurut dia, selama persidangan JPU justru tidak menjawab hal tersebut.
Â
"Sehingga bagi saya, kalau seperti ini hakimnya harus hati-hati benar di dalam menarik suatu kesimpulan. Karena di dalam hukum pidana, yang dicari itu adalah kebenaran materiil, jadi benar enggak fakta-fakta yang disampaikan oleh pihak, para saksi tadi atau alat bukti lain," kata dia.
Â
Menurutnya jika majelis hakim salah dalam mengambil keputusan maka akan melahirkan putusan yang tidak adil. "Jadi dalam konteks seperti ini, majelis hakim harus benar-benar memperhatikan tentang fakta hukum, kalau tidak, akan menjadi peradilan yang sesat," kata dia.
Advertisement