Sukses

Ahli BNPT Imbau Masyarakat Lawan Radikalisme dengan Kearifan Lokal

Hamdi Muluk mengatakan, masyarakat bisa menggunakan kearifan lokal untuk melindungi dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

Liputan6.com, Jakarta - Kemajuan teknologi informasi saat ini tak hanya berdampak positif, tapi juga membawa dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya yaitu masuknya ideologi-ideologi transnasional yang tidak sesuai dengan landasan dan falsafah bangsa Indonesia dengan mudah.

Guna menangkal segala dampak negatif tersebut, sekaligus untuk melindungi dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Hamdi Muluk mengimbau masyarakat menggunakan kearifan lokal.

"Kalau ada tawaran-tawan ideologi dari luar yang akan memecah belah persatuan Indonesia, tentu itu tidak akan bertahan lama. Kita punya struktur, kita punya ketahanan menyangkut identitas jati diri bangsa kita tadi, yakni budaya kearifan lokal yang banyak sekali. Ini harus kita perkuat," ujar Hamdi Muluk, dalam keterangan tertulis, Rabu (14/3/2018).

Anggota kelompok Ahli BNPT bidang psikologi ini mengatakan, kearifan lokal membuat masyarakat Indonesia sudah lama berinteraksi dan sudah merasa satu Indonesia dengan macam-macam perbedaan paham, kebiasaan, adat istiadat yang dimiliki.

"Kita saling menghormati dan kita juga bisa mengamalkan nilai-nilai agama sesuai dengan konteks ke Indonesiaan yang sudah terjaga dengan baik. Itu harus dipertahankan," ujar pria kelahiran Padang Panjang, 31 Maret 1966 ini.

Dalam konteks kekinian, lanjut Hamdi, adanya paham-paham keagamaaan yang menyerukan ke arah radikalisme, memecah persatuan dan kebinnekaan, bisa dicegah dengan memperkuat kearifan lokal bangsa Indonesia.

 

2 dari 2 halaman

Cermati Propaganda

Dia mencontohkan munculnya propaganda yang tidak sesuai dengan nilai agama. Menurut psikolog politik ini, propaganda seperti itu harus dicermati. Masyarakat telah memiliki jati diri budaya tidak boleh goyah.

Hamdi Muluk menyebutkan, saat ini dia melihat banyak hal-hal remeh-temeh yang tidak prinsip dipertentangkan. Misalnya, suatu nilai yang dianggap tidak mencerminkan Islam dan sebagainya. Hal ini, kata dia, bisa memecah belah persatuan bangsa Indonesia.

"Gagasan Islam Nusantara itu menurut saya tidak ada yang salah. Itu kan sebenarnya mencoba untuk mengkontekstualisasikan sebuah ajaan Islam dalam konteks ke Indonesiaan kita, dan mendapat corak yang bisa berbeda dengan orang yang mengimplementasikan nilai-nilai Islam di belahan budaya yang lain," papar dia.

Karena itu, dia pun meminta masyarakat tidak mudah terpengaruh budaya luar sehingga harus meninggalkan kearifan lokal yang sudah ada.