Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus ujaran kebencian Asma Dewi divonis hakim dengan hukuman 5 bulan 15 hari penjara. Asma secara sah dan terbukti melanggar Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa.
Asma Dewi dinyatakan telah sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umun yang ada di Indonesia.
"Dengan ini menjatuhkan hukuman penjara terhadap terdakwa Asma Dewi selama 5 bulan 15 hari. Hukuman ini dikurangi masa tahanan terdakwa," ujar Hakim Ketua Majelis Aris Bawono di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/3/2018).
Advertisement
Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni penjara 2 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Vonis lebih ringan ini, menurut Majelis Hakim, dipertimbangkan dari beberapa hal, seperti terdakwa dinilai kooperatif selama masa persidangan dan Asma Dewi juga belum pernah terjerat hukum pidana sebelumnya.
Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Asma Dewi dengan empat alternatif. Pertama, jaksa menyatakan Asma Dewi sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang dibuat untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan yang dituju dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Asma didakwa dengan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, sebagaiman diubah dengan UU RI Nomor 19 Tahun 2016.
Dakwaan alternatif kedua, Asma Dewi dengan sengaja menumbuhkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis dan diancam pidana dalam Pasal 16 juncto Pasal 40 b angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
Dakwaan alternatif ketiga, Asma Dewi menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia. Terdakwa diancam pidana Pasal 156 KUHP.
Keempat, Asma Dewi didakwa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umun yang ada di Indonesia. Perbuatan itu diatur dan diancam pidana dengan Pasal 207 KUHP.
Belum Putuskan Banding
Lewat vonis ini, majelis hakim memberi kesempatan terhadap terdakwa bersama tim penasihat hukum untuk mempertimbangkan banding. Begitu pula kepada Jaksa Penuntut Umum, untuk mengajukan hal serupa.
"Jadi bagaimana akan mengajukan banding?" tanya Hakim Aris.
"Kami pikir-pikir dulu yang mulia," kata pengacara Asma Dewi, Nurhayati.
"Ya kami juga pikir-pikir," timpal Jaksa Dedying Wibyanto.
"Ya karena kedua pihak pikir-pikir, Saya berikan waktu tujuh hari," tutup Hakim Aris sambil mengetuk palu sidang.
Sebelumnya terdakwa Asma Dewi dituntut jaksa seberat pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Asma Dewi dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Advertisement
Saracen
Terdakwa kasus ujaran kebencian, Asma Dewi, tidak mengakui kepada polisi bahwa dirinya terlibat sindikat Saracen. Akan tetapi, penyidik menemukan ada nama Asma Dewi dalam struktur Saracen yang tercatat di website Saracen.
"Secara kelompok kan tidak ya. Tapi kan kalau di struktur organisasi, di website-nya ada," ujar Kanit V Subdit III Direktorat Tindak Pidana (Dittipid) Siber Bareskrim Polri, AKBP Purnomo, saat ditemui di Wisma Bhayangkari Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis 14Â September 2017.
Hingga saat ini penyidik masih mencari bukti lain terkait hubungan Asma Dewi dan Saracen. Purnomo mengatakan, tersangka lain yang sudah ditangkap juga menyangkal jika Asma Dewi bagian dari sindikat Saracen.
"Itu harus kita dalami lagi. Proses penyidikan kan masih berlangsung. Belum ada pengakuan dari masing-masing (tersangka). Kan hak mereka untuk menyangkal. Penyidik nanti punya bukti-bukti lain," kata Purnomo.
Ia juga menyampaikan, penyidik mempunyai bukti unggahan berkonten ujaran kebencian dari Asma Dewi di akun Facebook ibu rumah tangga tersebut. Atas perbuatannya, Asma Dewi disangkakan Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau UU ITE.
"Iya pasal 28 ayat 2. Bukti postingan ada," ujar Purnomo.