Sukses

Ketika Buah Pala Kepulauan Banda Jadi Idola Penjajah

Rempah-rempah yang berasal dari Kepulauan Banda ini, sempat menjadi rebutan bangsa penjajah di Indonesia sejak abad ke-15.

Fokus, Maluku - Siapa yang tidak mengenal buah pala? Buah yang berasal dari Kepulauan Banda, Maluku, sempat berharga lebih mahal dari emas. Meskipun popularitasnya kini tidak seperti dulu, buah pala mampu menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat di daerah perbatasan Kepulauan Talaud.

Seperti ditayangkan Fokus Indosiar, Jumat (16/3/2018), buah pala yang legendaris bentuknya bulat kecil, berwarna kekuningan seperti buah lengkeng. Rempah-rempah yang berasal dari Kepulauan Banda, sempat menjadi rebutan bangsa penjajah di Indonesia sejak abad ke-15. Harganya sempat menjulang tinggi melebihi harga emas.

Popularitasnya turut menyebarkan buah pala ke berbagai wilayah tropis termasuk ke perbatasan Indonesia, yakni di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Buah pala bahkan menjadi salah satu hasil bumi andalan.

Pada 2016, Kepulauan Talaud menghasilkan 3.956 ton pala. Sementara penghasil terbesar dengan 680 ton pala, berasal dari Kecamatan Damau, Pulau Kabaruan. Selain itu Desa Peret, di Kepulauan Talaud, adalah salah satunya. Setiap keluarga di Desa Peret memiliki kebun pala rata-rata seluas setengah hektar.

Sementara itu, Ana adalah salah satu petani Desa Peret, yang telah 7 tahun mengelola kebun warisan dari orangtuanya. Mengelola buah pala cukup sederhana. Namun dibutuhkan kesabaran karena sejak bibit hingga masa produksi membutuhkan waktu 7 hingga 10 tahun.

Tidak hanya itu, daging buah pala bisa diolah menjadi manisan atau minuman berkadar alkohol, yang biasa disebut wine pala. Pemerintah melalui kepala desa, kini tengah mengupayakan agar daging pala turut dimanfaatkan, agar para petani bisa mendapatkan hasil yang maksimal.