Sukses

Lama Tenggelam, 'Papa Minta Saham' Muncul di Sidang Setya Novanto

Jaksa kemudian menyindir sikap Novanto tersebut, menghindari sanksi etik dengan cara mengundurkan diri.

Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut Umum pada KPK mengungkit kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Setya Novanto terkait jatah saham PT Freeport Indonesia. Hal tersebut kembali dikonfirmasi jaksa saat sidang korupsi proyek e-KTP berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Bermula, Jaksa Ahmad Burhanudin mengonfirmasi jabatan Setya Novanto di DPR. Jhonson Rajagukguk yang hadir sebagai saksi meringankan pihak Setya Novanto mengatakan, mantan Ketua DPR itu sempat menjabat sebagai ketua Fraksi saat kasus yang dikenal dengan istilah "Papah Minta Saham".

"Saudara pernah dengar kalau terdakwa disidang etik di MKD atau badan kehormatan DPR?" Tanya Jaksa Burhan ke Jhonson, Senin (19/3).

"Setahu saya hanya sekali tahun 2015 (masalah) Freeport," jawab Jhonson.

"Dulu kan terdakwa Ketua DPR lalu ada kasus ini, terus pak SN kemana?" Tanya jaksa lagi.

"Jadi Ketua fraksi, lalu jadi Ketua DPR lagi," ujarnya.

Jhonson menanyakan ada tidaknya sanksi yang diberikan Mahkamah Dewan Kehormatan (MKD) saat itu kepada Setya Novanto. Jhonson mengatakan tidak ada sanksi lantaran Novanto sudah mengundurkan diri dari kursi Ketua DPR.

 

2 dari 2 halaman

Sindir Strategi Setya Novanto

Jaksa kemudian menyindir sikap Novanto tersebut, menghindari sanksi etik dengan cara mengundurkan diri.

"Makanya mundur dulu, makanya enggak ada sanksinya, begitu kan?" ujar Jaksa Burhan.

"Ya terserah kalau bapak mengartikan seperti itu," ujarnya.

Sementara itu, tim kuasa hukum Novanto juga menghadirkan tiga saksi meringankan. Dua berasal dari pengurus Golkar, satu saksi merupakan ahli hukum bidang keuangan.

Novanto mengatakan, saksi meringankan yang berasal dari pengurus Golkar gun membuktikan sikap Novanto selama di DPR, termasuk tindak tanduknya di kediaman pribadi.

Sementara itu diketahui, Setya Novanto didakwa memperkaya diri sendiri terkait proyek e-KTP sebesar 7,3 juta dolar Amerika. Penerimaan hasil korupsi tersebut diterima Novanto dari Johannes Marliem, Direktur PT Biomorf Lone selaku penyedia AFIS merek L-1.

Penerimaan Marliem tidak secara langsung diterima oleh Novantomelainkan melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Direktur PT Murakabi Sejahtera selaku peserta lelang proyek e-KTP, sebesar 3,5 juta dolar Amerika dan Made Oka Masagung pemilik OEM Investment secara bertahap sebesar 3,8 juta dolar Amerika.

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com