Liputan6.com, Jakarta - Langkah Arab Saudi mengeksekusi mati Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Zaini Misrin asal Bangkalan Madura membuat geram berbagai pihak di Tanah Air. Pegiat sosial pun melakukan aksi solidaritas menggeruduk Kedutaan Besar (Kedubes) Arab Saudi di Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Pantauan Liputan6.com, Selasa (20/3/2018), sejumlah demonstran mulai berkumpul di pedestrian kedubes sekitar pukul 10.00 WIB. Sejumlah atribut bentuk penolakan hukuman mati dibawa oleh para pengunjuk rasa yang kompak berseragam serba hitam.
"Dengan ini kami melakukan aksi solidaritas, aksi simbolik, masih adanya ketertindasan atas buruh migran Indonesia. Innalillahi wainnailaihi rajiun," tutur orator aksi di lokasi.
Advertisement
Eksekusi terhadap Zaini Misrin dianggap sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia. Terlebih, jika merunut pada pengakuan Zaini, dia dipaksa untuk mengakui tindak pembunuhan setelah mengalami tekanan dan intimidasi dari otoritas Saudi Arabia.
"Adanya hukuman mati ini bukalah yang pertama kali. Tapi ini sudah keberapa kalinya pekerja migran mati di Arab Saudi," jelas dia.
Direktur Eksekutif Migran Care Anis Hidayah menyampaikan, aksi tersebut merupakan gabungan dari pegiat sosial Migran Care, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Jaringan Buruh Migran (JBM), Konferedasi Wali Gereja Indonesia (KWI), Human Rights Working Group (HRWG).
"Ini aksi simbolik, kemungkinan 50 orang," kata Anis.
Ada tiga hal yang dituntut oleh para peserta aksi di depan Kedubes Arab Saudi. Pertama, mereka menyatakan sikap mengecam dan mengutuk eksekusi mati terhadap Zaini Misrin.
Kedua, pemerintah diminta untuk mengeluarkan Nota Protes Diplomatik kepada Kerajaan Saudi Arabia dan mempersona non gratakan Duta Besar Kerajaan Saudi Arabia untuk Indonesia.
"Kemudian kami mendesak pemerintah untuk mengerahkan sumber daya politik dan diplomasi demi mengupayakan pembebasan ratusan buruh migran yang terancam hukuman mati di seluruh dunia. Lakukan moratorium pelaksanaan hukuman mati di Indonesia," Anis menandaskan.
Pemerintah Indonesia menjelaskan, eksekusi mati TKI Zaini Misrin sejatinya dilakukan di tengah proses peninjauan kembali (PK) yang sedang diupayakan oleh pihak RI.Â
Â
Novum Baru
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal memaparkan, proses peninjauan kembali itu didasari atas bukti dan keterangan saksi baru yang berhasil dikuak oleh pihak pengacara dan pemerintah Indonesia beberapa pekan sebelum eksekusi mati terlaksana.
"Pengacara, atas dorongan pemerintah Indonesia, berhasil menemukan novum atau bukti baru, berupa ketidaksesuaian penuturan Zaini yang tertera di dalam berkas pemeriksaan dengan keterangan salah satu penerjemah yang ditugaskan oleh kepolisian Saudi saat proses interogasi pada 2004 lalu -- ketika kasus itu pertama kali diproses," kata Iqbal saat konferensi pers di Jakarta, Senin (19/3/2018).
"Kami juga berhasil menemukan saksi baru. Saksi dan bukti baru itu dirasa cukup bagi kami dan pengacara untuk mengajukan peninjauan kembali -- dan kala itu harapannya, mampu membuka peluang untuk sidang banding lanjutan," ia menambahkan.Â
Novum tersebut dikirimkan oleh Kemlu RI kepada Kemlu Arab Saudi pada awal Maret 2018. Pihak Kemlu Saudi pun telah mengetahui perihal novum tersebut. Namun pada akhirnya, mengingat keputusan yang dianggap sudah in kracht, eksekusi mati pun tetap dilakukan.
Â
Advertisement
Indikasi Proses Hukum Tak Imparsial
Zaini Misrin ditangkap oleh otoritas Arab Saudipada 2004 atas tuduhan melakukan pembunuhan terhadap majikannya, Abdullah Bin Umar Muhammad Al Sindy.Proses hukum berjalan selama 4 tahun, berujung vonis hukuman mati qisas yang dijatuhkan Pengadilan Mekah pada 17 November 2008.Â
Namun, selama proses hukum berjalan, otoritas Saudi tidak memberikan Zaini Misrin akses kekonsuleran kepada KJRI dan KBRI di Arab Saudi, sehingga, menutup peluang bagi dirinya untuk mendapatkan pendampingan dan bantuan hukum yang optimal.
Otoritas Saudi baru memberikan akses kekonsuleran kepada Pemerintah Indonesia pada tahun 2008. Usai bertemu tim konsuler pemerintah RI, barulah Zaini mengungkapkan adanya indikasi proses hukum yang tak netral, tak imparsial, dan tak adil yang dilakukan oleh penegak hukum Arab Saudi.
Lembaga swadaya pemerhati isu buruh migran, Migrant Care yang turut mengawal kasus itu menjelaskan, selama proses pemeriksaan, Zaini Misrin disediakan tiga penerjemah oleh pihak kepolisian guna mempermudah komunikasi. Namun, dua dari tiga penerjemah itu tidak "netral" dalam melakukan penyelarasan bahasa.
Selain itu, baik kepolisian dan penerjemah pun terindikasi memaksa dan menekan Zaini untuk memperoleh pengakuan. Padahal, pria asal Madura itu berkali-kali mengaku bahwa ia tidak melakukan pembunuhan tersebut. Â