Sukses

Ketua KPU: Ada Risikonya jika KPK Buka Nama Cakada Bermasalah

Terutama untuk daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon, dapat berdampak menghilangkan opsi bagi pemilih.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mempersilakan jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin membeberkan nama-nama calon kepala daerah (cakada) yang terindikasi korupsi.

Menuruf Arief, hal itu dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati ketika mencalonkan seorang pasangan calon.

"KPU sudah sejak dulu berkomentar itu. Silakan saja. Kalau saya, harus terus dilanjutkan biar jadi pelajaran bagi kita semua, hati-hati mau calonkan orang," ucap Arief di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (20/3/2018).

Namun dia mengakui, terdapat resiko jika KPK mengeluarkan daftar nama cakada bermasalah ketika memasuki masa pilkada seperti saat ini. Terutama untuk daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon, dapat berdampak menghilangkan opsi bagi pemilih.

"Mau tidak mau, masyarakat akhirnya enggak punya pilihan. Awalnya calon tunggal itu kan dimaknai bahwa memang dialah yang terbaik di daerah itu," kata Arief.

"Bisa juga dimaknai, calon itu memborong semua partai. Tetapi dengan di daerah calon tunggal itu menjadi tersangka, masyarakat memang enggak punya pilihan," lanjut dia.

KPK memang tidak memiliki ketentuan yang tegas untuk mengumumkan cakada yang bermasalah ketika telah ditetapkan menjadi tersangka. Meskipun begitu, masyarakat harus mendapatkan informasi mengenai status dari kandidat tersebut.

"Informasi kepada masyarakat kan harus diberikan. Bentuknya apa? Ya itu harus dikreasi sendiri. KPU Bisa melakukan sosialisasi, tapi tidak dalam rangka kewajiban sebagaimana dalam tahapan," tutur Arief.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Perlu Surat Edaran

Arief menyebutkan, medium untuk menyampaikan ke publik biasanya dalam bentuk konferensi pers. Dia pun menilai, tidak perlu mengatur persoalan ini secara formal, seperti dengan surat edaran.

"Biasanya konpers. Kalau selebaran informasi, itu jauh lebih mengemukakan kita menyampaikan visi misi program paslon. Ini bukan bagian yang harus diatur dalam regulasi," sebut Arief.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.