Liputan6.com, Jakarta - Kepala Divisi Humas Polri mengklaim, penyebaran berita bohong alias hoax bernuansa ujaran kebencian di media sosial mulai menurun. Namun, Polri menemukan konteks baru soal hoax di media sosial.
"Kalau hoax yang jenis ujaran kebencian SARA turun. Tapi hoax lain muncul meningkat, yaitu hoax masalah pangan, isu telur (palsu) merebak di mana-mana," ujar Setyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (21/3/2018).
Setyo yang juga menjabat sebagai Kepala Satuan Tugas Pangan ini menyatakan, tidak ada telur palsu. Pihaknya telah menguji telur yang dicurigai palsu itu ke laboratorium. Hasilnya, telur yang dimaksud dinyatakan asli.
Advertisement
Jenderal bintang dua itu meminta kepada masyarakat agar segera melapor jika menemukan telur yang dicurigai palsu untuk ditindaklanjuti. Hal itu dilakukan untuk memberikan kepastian kepada masyarakat terkait informasi yang sebenarnya.
Sebab, isu telur palsu yang merebak di media sosial ini telah meresahkan masyarakat. "Sekarang peternak telur mengeluh karena ada isu ini. Lama-lama peternak bisa bangkrut," kata Setyo.
Berdampak pada Kesehatan Masyarakat
Lebih dari itu, hoax pangan yang bergulir saat ini bakal berdampak pada kesehatan masyarakat. Telur selama ini dikenal sebagai pemberi asupan protein dengan harga relatif murah. Dengan adanya isu tersebut, maka tingkat konsumsi telur masyarakat akan merosot.
"Akan berdampak 25 tahun mendatang. Generasi kita akan menjadi generasi kekurangan protein," ucap Setyo.
Advertisement