Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menilai penyebutan nama Puan Maharani dan Pramono Anung dalam proyek e-KTP, merupakan sebuah upaya menyudutkan partainya, seolah-olah proyek tersebut menjadi tanggung jawab PDIP.
"Saat ini ada upaya menjadikan persoalan tersebut sebagai tanggung jawab PDI Perjuangan. Kami bukan dalam posisi designer, kami bukan penguasa. Dengan demikian, atas apa yang disebutkan oleh Bapak Setnov, kami pastikan tidak benar, dan kami siap diaudit untuk itu," ucap Hasto dalam keterangannya, Rabu (22/3/2018).
Baca Juga
Setya Novanto, menurut Hasto, menyebut itu hanya untuk meringankan dakwaannya serta menjadikannya justice collaborator.
Advertisement
"Kami juga mengamati kecenderungan terdakwa dalam kasus tipikor, yang menyebut sebanyak mungkin nama, demi menyandang status justice collaborator. Apa yang disampaikan Pak Setya Novanto hari ini pun kami yakini sebagai bagian dari upaya mendapatkan status tersebut demi meringankan dakwaan," tutur Hasto.
Dia menjelaskan, posisi politik PDI Perjuangan selama 10 tahun pemerintahan SBY saat itu berada di luar pemerintahan. Tidak ada representasi menteri di jajaran Kabinet Indonesia Bersatu.
"Kami menjadi oposisi. Di dalam beberapa keputusan strategis yang dilakukan melalui voting, praktis PDI Perjuangan selalu dikalahkan, misal penolakan impor beras, penolakan UU Penanaman Modal dan UU Free Trade Zone. Dengan demikian, tidak ada posisi politik yang terlalu kuat terkait dengan kebijakan e-KTP sekali pun," ungkap Hasto.
Konsep Berbeda
Dia juga menuturkan, konsepsi e-KTP yang disampaikan PDIP sangatlah berbeda. Pihaknya mengusulkan konsep itu bukan pada pendekatan proyek, tetapi melalui pendekatan integrasi data antara data pajak, data BKKBN, data kependudukan dan hasil integrasi data divalidasi melalui sistem single identity number.
"Sistem tersebut juga diintegrasikan dengan rumah sakit, puskesmas, hingga ke dokter kandungan dan bidan. Dengan demikian pada hari H, dan jam ketika sistem tersebut diberlakukan, maka jika ada bayi yang lahir di wilayah NKRI, maka secara otomatis bayi akan mendapatkan kartu Single Identity Number tersebut. Itulah konsepsi kami, yang bertolak belakang dengan konsepsi Pemerintah," jelas Hasto.
Dia juga meminta mantan Mendagri Gamawan Fauzi memberikan jawaban secara gamblang terkait akar persoalan korupsi e-KTP. Yang dinilainya sebagai bagian tanggung jawab moral politik kepada rakyat.
"Mengapa? Sebab pemerintahan tersebut pada awal kampanyenya menjanjikan katakan tidak pada korupsi. Dan hasilnya begitu banyak kasus korupsi yang terjadi. Tentu rakyatlah yang akan menilai akar dari persoalan korupsi tersebut, termasuk e-KTP," pungkas Hasto.
Advertisement