Liputan6.com, Jakarta - Mereka yang lahir pada era 90-an pastilah akrab dengan jajanan jadul ini, es goyang namanya. Dulu penjual es goyang biasa berdagang di sekitar lingkungan sekolah dan taman bermain yang ada di Jakarta.
Seperti namanya, asal muasal nama es goyang sendiri berasal dari pembuatannya dengan cara menggoyang-goyang gerobak esnya selama lebih kurang 5 menit. Jika ditanya seperti apa es krim Indonesia, maka es goyang adalah salah satu jawabannya.
Akan tetapi, kini sulit untuk menemukan gerobak penjual es goyang. Perkembangan zaman ikut memicu mengapa jajanan jadul ini sulit bertahan di tengah berkembang dan beragamnya jajanan masa kini.
Advertisement
Salah satu penjual es goyang yang masih bertahan hingga saat ini ialah Maman. Dirinya menjajakan es goyang sejak 1972. Jika dihitung-hitung berarti Maman telah berjualan es goyang selama 46 tahun.
"Dulu mulai jualan tahun 1972. Udah lumayan lama," ujarnya saat ditemui Liputan6.com di Pondok Labu, Jakarta Selatan, Selasa, 21 Maret lalu.
Pria yang kini berusia 63 tahun ini sehari-harinya mulai berdagang dari pukul 09.00-17.00 WIB. Namun, rezeki akan lebih mudah dia peroleh jika sedang ada acara pesta rakyat atau bazar, sehingga dirinya pun dapat lekas pulang ke rumah.
"Mulai dagang dari pagi sampe sore. Tapi kalo lagi ada acara gede, pukul 3 sore juga udah bisa pulang," ungkapnya.
Usia yang tak lagi muda tak menghambat Maman untuk dapat terus berdagang. Dia terbiasa berbelanja hingga mengolah bahan-bahan untuk membuat es goyang dengan tangannya sendiri.
"Ini saya buat sendiri, bahannya aja yang ngambil (beli)," ujar dia.
Satu buah es goyang dipatok harganya sebesar Rp 2.000, harga yang terbilang murah, bukan? Dia tak berani menaikkan harga, karena khawatir bakal tak laku dan tak ada yang membeli dagangannya.
"Harga sepotongnya Rp 2.000, ada rasa cokelat, stroberi, sama kacang hijau. Bisa pake cokelat sama kacang," tutur Maman dengan semangat.
Â
Sulit untuk Bersaing
Untung yang diperoleh pun tak besar setiap harinya, hanya sekitar Rp 50 ribu. Namun, cukup untuk sekadar kebutuhan sehari-hari. Jika sedang banyak pembeli, dirinya dapat mengantongi hingga Rp 100 ribu, tapi itu jarang terjadi.
"Untungnya enggak nentu, sehari bisa dapet sekitar 50 ribuan. Tapi kalo lagi rame banyak acara, saya mangkal bisa dapet 100 ribuan," ungkap Maman.
Maman biasa berkeliling menjajakan dagangannya di sekitaran wilayah Jakarta Selatan, seperti Taman Sari, Karang Tengah, Pondok Labu, hingga Cirendeu.
"Rumah saya di Pondok Labu, jadi kalau jualan di daerah yang enggak begitu jauh dari rumah," terang Maman.
Pria yang berjualan es goyang sejak usia 17 tahun itu mengatakan kegundahannya yang saat ini sulit untuk menjual dagangannya, lantaran kini banyak jenis es yang dijual. Menurutnya, sulit untuk bersaing dengan beragam jajanan yang lebih populer.
"Kalo dulu belum banyak macam-macam jajanan es, sekarang kan macam-macam jenisnya. Jadi ya susah buat bersaing," tutur Maman dengan raut wajah sedih.
Advertisement
Bisa Hidupi 6 Anak
Kegigihan berdagang es goyang mengantarkannya untuk menghidupi enam anak serta sang istri. Kini dia hanya tinggal mencukupi kebutuhan anak bungsu dan istrinya, sedangkan anak-anaknya yang lain sudah dapat menafkahi dirinya sendiri.
"Sekarang tinggal nafkahin yang bontot (bungsu) sama istri. Anak yang lain ada yang kerja dan udah berkeluarga juga," ceritanya.
Tubuh yang tak lagi muda memaksanya untuk dapat segera pensiun dari kegiatannya berjualan es goyang. Nantinya usaha es goyang yang selama ini dia rintis akan dia turunkan ke sang anak.
"Saya sudah tua, sebenarnya saya hanya ingin istirahat menghabiskan masa tua. Usaha es goyangnya nanti diturunin ke anak. Anak yang ke-2 baru mulai jualan," ujarnya.
Maman pun ingin ke depannya jajanan jadul, seperti es goyang dagangannya dapat terus bertahan dan tak dilupakan oleh orang-orang. Sebab, menurutnya jajanan tempo dulu juga merupakan salah satu yang harus dilestarikan keberadannya.
Â
Â
Â