Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengatakan, meski dirinya kerap menyuarakan narasi antiasing, bukan berarti dirinya menolak asing. Bahkan, dia menyebut Indonesia membutuhkan asing.
"Jadi bukan kita antiasing, kita mau bersahabat sama asing, kita butuh asing. Tapi kita jangan terlalu lugu, jangan kita biarkan kekayaan kita diambil dan elite kita diem, santai aja gitu loh," ujar Prabowo di Hotel Millenium, Jakarta Pusat, Kamis (22/3/2018).
Bahkan, kata Prabowo, Indonesia harus bermitra dengan asing. Asalkan tidak dipecundangi oleh pihak asing itu sendiri.
Advertisement
"Kita mau bersahabat asing, tapi kita tidak mau dirampok, tidak mau dipecundangi asing. Kita mau bersahabat, bermitra. Kalo bangsa lain boleh makmur, kenapa orang Indonesia enggak boleh makmur," ujar Prabowo.
Sebelumnya, Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Rian Ernest menilai keputusan Partai Gerindra menggunakan informasi dari asing untuk disampaikan di mimbar terbuka, secara tidak langsung mengikis kredibilitas.
Menurutnya, setelah sebelumnya gagal dalam narasi utang, kali ini melalui Ketua Umum dan Wakil Ketua Umumnya, Gerindra mengalihkan wacananya pada informasi yang diperoleh dari negara asing.
Padahal, lanjut Ernest, Gerindra dikenal sering menyuarakan narasi antiasing.
"Tidak masuk akal bila Gerindra mengakui validitas dan kredibilitas laporan negara asing tersebut. Alih-alih ingin membakar semangat kadernya, penggunaan informasi asing di muka mimbar ini justru dapat membuat publik bertanya-tanya tentang konsistensi Gerindra terhadap wacana 'antiasing' yang sering mereka suarakan," ujar Ernest, Rabu (21/3/2018).
Novel Fiksi Ilmiah
Apa yang disampaikan Prabowo soal Indonesia bubar di 2030, rupanya bukan pertama kali diucapkan. Dalam sebuah bedah buku Nasionalisme, Sosialisme, dan Pragmatisme. Pemikiran Ekonomi Politik Sumitro Djojohadikusumo, di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, Senin, 27 September 2013, ia juga pernah mengatakan itu.
Dalam pidatonya, Prabowo banyak menyinggung soal geopolitik dan ekonomi Indonesia. Mantan Pangkostrad itu juga menyinggung soal kehidupan petani, impor garam, sulitnya warga Jakarta memperoleh air minum, sampai dengan kurang gizi di Nusa Tenggara Timur.
Akan tetapi, dalam pertengahan pidatonya, Prabowo mengeluarkan tiga buku. Buku tersebut dia beli saat berkunjung ke luar negeri. Buku pertama adalah Destined for War: Can America and China Escape Thucydides's Trap? karya Graham Allison. Sementara buku kedua adalah War by Other Means: Geoeconomics and Statecraft karya Ambassador Robert D. Blackwill. Kedua buku ini lantas dihibahkan Prabowo untuk Fakultas FEB.
Buku terakhir adalah bergenre novel fiksi ilmiah karya P.W Singerdan dan August Cole. Dalam buku tersebut, ahli politik luar negeri tersebut memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan dalam konflik global.
Di mana China mengambil alih sebagai negara super power mengalahkan Amerika Serikat. Buku ini membedah kebangkitan ekonomi China. Indonesia sendiri dalam novel itu tidak disebutkan secara mendalam bahwa Indonesia akan musnah atau Failed State seperti Uni Soviet.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement