Liputan6.com, Jakarta - Politikus PDIP Masinton Pasaribu membantah partainya menyudutkan Partai Demokrat dalam menanggapi kasus proyek KTP elektronik atau e-KTP. Dia menilai, partainya hanya menjelaskan fakta.
"PDI Perjuangan tidak dalam rangka membenturkan dengan siapa-siapa. Kita kan meletakkan duduk soal. Permasalahan e-KTP kan pada tahun 2010-2011 penganggarannya. Dan usulan e-KTP ini juga proyek pemerintah. PDIP saat itu oposisi," ucap Masinton di bilangan Cikini, Jakarta, Sabtu (24/3/2018).
Baca Juga
Dia pun membantah, PDIP ingin menyasarkan ke seseorang. Dia menyebut bahwa proyek tersebut memang berjalan pada pemerintahan sebelumnya.
Advertisement
"Kami enggak sikat siapa-siapa, mengaitkan dengan apa-apa. Kita cuma jelaskan e-KTP proyek besar yang berlangsung pada pemerintahan sebelumnya. Kalau kita ngomong designer, ya pemerintah sebelumnya," jelas Masinton.
Dia menilai, apa yang terjadi hari ini, ada pihak yang ingin menempatkan permasalahan e-KTP adalah salah PDIP.
"Ini kan ada yang mencoba persoalan e-KTP ini seakan-akan tanggung jawabnya PDIP," pungkas Masinton.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Demokrat Tersinggung
Sebelumnya, PDIP melalui Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto membantah pernyataan Setya Novanto yang menyebut bahwa kadernya, yaitu Puan Maharani dan Pramono Anung, menerima aliran dana kasus e-KTP.
Dalam bantahannya, mereka menyebut, PDIP menjadi partai oposisi sewaktu pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan demikian, tidak ada posisi politik yang terlalu kuat terkait dengan kebijakan e-KTP sekalipun.
Pernyataan itu menyinggung Partai Demokrat. Ketua DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyebut pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengenai kasus e-KTP sangat tidak bijak dan tidak elok. Dia menilai Hasto memberikan pernyataan yang menggiring masyarakat untuk menyalahkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
Ferdinand menyebut hal itu sebagai upaya perbuatan cuci tangan atas kasus e-KTP yang sepatutnya tidak perlu dilakukan.
Berikut klarifikasi melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.
1. Posisi politik PDI Perjuangan selama 10 tahun pemerintahan SBY saat itu berada di luar pemerintahan. Tidak ada representasi menteri PDI Perjuangan di jajaran Kabinet Indonesia Bersatu selama 10 tahun. Kami menjadi oposisi. Di dalam beberapa keputusan strategis yang dilakukan melalui voting, praktis PDI Perjuangan selalu 'dikalahkan', misal penolakan impor beras, penolakan UU Penanaman Modal dan UU Free Trade Zone. Dengan demikian tidak ada posisi politik yang terlalu kuat terkait dengan kebijakan E-KTP sekalipun.
2. Konsepsi E-KTP yang disampaikan PDI Perjuangan sangatlah berbeda. Yang kami usulkan, E-KTP bukan pada pendekatan proyek, namun melalui pendekatan 'integrasi data' antara data pajak, data BKKBN, data kependudukan dan hasil integrasi data divalidasi melalui sistem single identity number. Sistem tersebut juga diintegrasikan dengan rumah sakit, puskesmas, hingga ke dokter kandungan dan bidan. Dengan demikian pada hari H, dan jam ketika sistem tsb diberlakukan, maka jika ada bayi yang lahir di wilayah NKRI, maka secara otomatis bayi tsb akan mendapatkan kartu Single Identity Number tsb. Itulah konsepsi kami, yang bertolak belakang dengan konsepsi Pemerintah.
3. PDI Perjuangan berpendapat bahwa Mendagri saat Itu, Gamawan Fauzi harus memberikan jawaban secara gamblang terkait akar persoalan korupsi e-KTP. Itu bagian tanggung jawab moral politik kepada rakyat. Mengapa? Sebab pemerintahan tsb pada awal kampanyenya menjanjikan 'katakan TIDAK pada korupsi', dan hasilnya begitu banyak kasus korupsi yang terjadi, tentu rakyatlah yg akan menilai akar dari persoalan korupsi tsb, termasuk E-KTP.
4. Saat ini ada upaya yang mencoba membawa persoalan tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab PDI Perjuangan. Kami bukan dalam posisi designer, kami bukan penguasa. Dengan demikian atas apa yang disebutkan oleh Bapak Setnov, kami pastikan tidak benar, dan kami siap diaudit terkait hal tsb.
5. Kami juga mengamati kecenderungan terdakwa dalam kasus tipikor menyebut sebanyak mungkin nama, demi menyandang status justice collaborator. Apa yang disampaikan Pak Setya Novanto hari ini pun, kami yakini sebagai bagian dari upaya mendapatkan status tersebut demi meringankan dakwaan.
Advertisement