Sukses

Imparsial: Pilkada 2018 Harus Belajar Ancaman Ujaran Kebencian dari DKI

Luka Pilkada DKI dianggap masih membekas di masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Imparsial, Ardi Manto, mengatakan, Pilkada 2018 harus berjalan bersih dan demokratis. Ia berharap tidak muncul berita hoaks yang akan menghancurkan pesta demokrasi.

Menurut Ardi, Pilkada 2018 harus bercermin pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. Momen itu, lanjutnya, kental dengan isu ujaran kebencian.

"Pilkada Jakarta perlu dijadikan pelajaran pahit bagaimana isu-isu ujaran kebencian dan juga berita bohong itu juga perlu dihindari," katanya di Gedung YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (25/3/2018).

Adi menilai sisa luka Pilkada DKI masih membekas. "Sementara dalam waktu dekat terdapat Pilkada 2018, Pileg dan Pilpres 2019," ia berujar. Adapun Pilkada serentak 2018 akan diselenggarakan 171 daerah.

Ari menegaskan, bergulirnya isu ujaran kebencian dalam pesta demokrasi dapat merusak pendidikan politik terhadap masyarakat. Selain itu, pesta pilkada yang seharusnya berjalan aman juga bisa menjadi keruh.

"Seluruh stakeholder termasuk parpol, tokoh masyarakat dan pemerintah untuk dapat memperhatikan secara serius," pungkasnya.

2 dari 2 halaman

Hoax Menurun

Kepala Divisi Humas Polri mengklaim, penyebaran berita bohong alias hoaks bernuansa ujaran kebencian di media sosial mulai menurun. Namun, Polri menemukan konteks baru soal hoax di media sosial.

"Kalau hoaks yang jenis ujaran kebencian SARA turun. Tapi hoaks lain muncul meningkat, yaitu hoaks masalah pangan, isu telur (palsu) merebak di mana-mana," ujar Setyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (21/3/2018).

Setyo yang juga menjabat sebagai Kepala Satuan Tugas Pangan ini menyatakan, tidak ada telur palsu. Pihaknya telah menguji telur yang dicurigai palsu itu ke laboratorium. Hasilnya, telur yang dimaksud dinyatakan asli.

Jenderal bintang dua itu meminta kepada masyarakat agar segera melapor jika menemukan telur yang dicurigai palsu untuk ditindaklanjuti. Hal itu dilakukan untuk memberikan kepastian kepada masyarakat terkait informasi yang sebenarnya.

Sebab, isu telur palsu yang merebak di media sosial ini telah meresahkan masyarakat. "Sekarang peternak telur mengeluh karena ada isu ini. Lama-lama peternak bisa bangkrut," kata Setyo.