Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman perwakilan DKI mengungkap empat tindakan malaadministrasi penataan Tanah Abang yang dilakukan Gubernur DKI Anies Baswedan. Temuan tersebut tercantum dalam Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP) yang diserahkan kepada pihak Pemprov DKI, Polda Metro Jaya, dan Kemendagri di kantor Ombudsman, Senin (26/3/2018).
Adapun pihak yang mewakili masing-masing instansi adalah Kadishub DKI Andri Yansah, Irwasda Polda Metro Jaya Kombes Komarul Z, Kasubdit pemerintah Aceh, DKI, DIY, Ditjen Otda, Sartono. Penyerahan temuan diserahkan oleh Pelaksana tugas (Plt) Ketua Ombudsman perwakilan DKI, Dominikus Dalu.
"Setidaknya ada empat malaadministrasi yang kami temukan dalam penataan PKL di Tanah Abang," ungkap Dominikus saat konferensi pers.
Advertisement
Pertama, Ombudsman menyebut penataan tersebut telah merugikan pedagang Blok G Tanah Abang secara ekonomi. Hal itu tidak selaras dengan tugas Dinas UKM dan Perdagangan dalam melaksanakan pembangunan, pengembangan, dan pembinaan usaha mikro, kecil, dan menengah serta perdagangan sesuai Pergub DKI No 266 Tahun 2016.
Konsep penataan ini juga dinilai terburu-buru, karena Pemprov belum memiliki Rencana Induk Penataan PKL dan peta Jalan PKL di DKI.
Kedua, Anies dinilai telah menyalahi prosedur lantaran tidak mendapatkan izin dari pihak Direktorat Lalu Lintas Polda Metro untuk mengalihfungsikan lahan.
Hal ini telah tertuang dalam Pasal 128 ayat (3) UU No 22 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa penggunaan jalan di luar untuk lalu lintas harus seizin Polri.
Diskresi yang menjadi dasar Anies melakukan penataan dinilai tidak sesuai dengan undang-undang yang ada dan mengabaikan Perda No 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, dan Perda No 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan pengaturan Zonasi DKI Jakarta 2030.
Malaadministrasi Pengabaian Hukum
Ombudsman menilai ada malaadministrasi dengan pengabaian hukum.
"Hasil pemeriksaan Ombudsman ada beberapa hal terkait dengan diskresi, menurut hemat kami tidak tepat," kata Dominokus.
Ketiga, Anies telah melakukan tindakan melawan hukum dengan melakukan alih fungsi jalan. Penutupan Jalan Jati Baru disebut telah melanggar UU No 38 Tahun 2004 tentang jalan, UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan Perda DKI No 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Keempat, Anies dinilai melanggar hak pejalan kaki dalam mengunakan trotoar.
Kesimpulan ini merupakan tindak lanjut atas laporan pedagang Blok G Tanah Abang. Ombudsman memeriksa pihak Pemprov DKI, Polda Metro juga unsur masyarakat dan tiga kali melakukan pemeriksaan di lapangan. Terakhir Ombudsman DKI bersama Ditlantas Polda Metro Jaya secara terbuka pada 20 Maret lalu.
Advertisement