Sukses

Disebut Tak Harmonis dengan Demokrat, Ini Tanggapan PDIP

Hasto beranggapan, pernyataan tersebut merupakan upaya mendukung misi pemberantasan korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan dan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto terlibat silang pendapat. Perseteruan tersebut bermula dari kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP. Tersangka yang juga mantan Ketum Golkar Setya Novanto menyebut Pramono Anung dan Puan Maharani ikut menikmati uang haram itu.

Akan tetapi, Hasto membantah tudingan itu, mengingat kala itu PDIP merupakan partai oposisi. Hasto kemudian meluruskan pernyataannya yang dinilai Hinca menyerang partainya karena proyek e-KTP bergulir pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Hasto beranggapan, pernyataan tersebut merupakan upaya mendukung misi pemberantasan korupsi.

"Yang kami perjuangkan saya pikir Demokrat juga menyepakati bersama terhadap kasus e-KTP bahwa tiap parpol punya komitmen untuk mendukung upaya yang dilakukan KPK. Tidak ada yang tidak," ujar Hasto di kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (28/3/2018).

Dia menambahkan, permasalahan korupsi perlu dilihat dari hulu, yakni persoalan anggaran. Di sisi lain, pengelolaan anggaran terutama pembiayaan proyek e-KTP yang besar berasal dari pemerintah.

"Ketika kita menyampaikan itu bukan kemudian menyalahkan pihak lain, tidak. Hanya kami menempatkan proses hukum yang berkeadilan itu, sehingga alangkah baiknya kalau kita juga mendengarkan dari Pak Gamawan Fauzi bagaimana beliau menyampaikan pertanggungjawaban itu karena beliau pengguna anggaran," Hasto menjelaskan.

Hasto juga menampik tudingan bahwa hubungan PDIP dan Partai Demokrat kembali goyah. Menurut dia, penegakan hukum dalam hal ini kasus korupsi e-KTP, tidak bisa dikaitkan dengan kerja sama politik antara kedua partai.

"Proses dialog akan dilakukan dan kami yakin penegakan hukum tidak akan mengganggu proses kerja sama itu, karena itu suatu hal yang berbeda," tutur Hasto.

Dia berpandangan, setiap partai politik memiliki kewajiban mendukung upaya penegakan hukum. Apalagi, proses hukum ini berkaitan dengan upaya pemberantasan korupsi. Meski begitu, Hasto tidak akan memaksakan kerja sama di dengan Partai Demokrat.

"Kalau kerja sama kan harus muncul dari kedua belah pihak. Kerja sama itu tidak bisa dipaksakan, harus ada kesesuaian terhadap cita-cita bersama di dalam menjawab berbagai tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara kita," tegas Hasto.

2 dari 2 halaman

Wacana Revisi PKPU

Pada kesempatan yang sama, Hasto mengatakan PDIP mendukung apabila pemerintah hendak merevisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait calon kepala daerah yang terjerat proses hukum. Asalkan, revisi dilakukan melalui dialog terlebih dahulu.

"Sekiranya ada perppu kami menanggapi itu sebagai hal yang positif bagi kami. Tapinya itu melalui dialog bersama," ujar Hasto.

Usulan datang dari KPK yang meminta agar pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengganti peserta pilkada yang ditetapkan sebagai tersangka. Pemerintah kemudian menanggapi usulan tersebut dengan meminta KPU untuk mengaturnya ke dalam PKPU.

Menurut Hasto, usulan tersebut bisa diwujudkan dalam rangka melindungi rakyat. Dengan begini, calon pemimpin yang tersandung kasus hukum nantinya bisa diproses melalui mekanisme baru tersebut.

"Sekali lagi kan yang kita cari pemimpin untuk rakyat. Rakyat yang berdaulat," kata Hasto.

Apalagi, dia menambahkan, KPU terikat pada batas waktu tertentu yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu.

"Ketika KPU sebagai penyelenggara pemilu harus juga memikirkan tahapan-tahapan teknis seperti percetakan kartu suara dan sebagainya," ucap Hasto.