Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyarankan Ketua MK yang akan datang harus berintegritas tinggi, mengingat beberapa ketua MK sebelumnya pernah terjerat kasus atau pelanggaran kode etik.
"Pertama, ketua itu sedapat mungkin memberi kepercayaan atas nama institusi. Kalau sudah diputuskan seperti itu mudah-mudahan jadi pelajaran ke depan ketua itu yang tidak punya masalah etik," kata Jimly di Kantor Wapres, Jalan Merdeka Selatan, Kamis (29/3/2018).
Baca Juga
Dijaga Ketat, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan Gelar Persidangan Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol
Infografis Paslon RK-Suswono dan Dharma-Kun Tak Ajukan Gugatan Hasil Pilkada Jakarta 2024 ke MK dan Hasil Rekapitulasi Suara
Ridwan Kamil Batal Gugat Pilkada Jakarta ke MK, Golkar: Kita Kedepankan Budaya Jawa
Jimly menjelaskan, jadi Ketua MK harus pintar, memiliki kapabilitas dan citra positif. Hal tersebut kata Jimly bisa membuat citra MK yang negatif jadi positif kembali.
Advertisement
"Itu penting, karena MK belum 100 persen kembali pulih sesudah kasus Akil baru mau naik nih. Kira-kira tinggal 90 persen, eh kena lagi kasus etika. Harapan kita dia kembali 100 persen, sekarang masih belum, baru 95 atau 90 persen," kata Jimly.
Disinggung siapa yang paling cocok jadi ketua dari delapan hakim konstitusi sekarang, Jimly menyerahkan sepenuhnya pada pihak MK.
"Tidak tahu saya. Saya ndak boleh ikut campur. Saya menghindar untuk tidak mengomentari. Ya pokoknya kita percayakan saja pada generasi yang sekarang," kata Jimly.
Arief Tak Bisa Dipilih Lagi
Sebelumnya, dalam hasil Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) disepakati Arief Hidayat tidak punya hak lagi untuk dipilih sebagai ketua MK. Merujuk UU MK dan Peraturan MK ketika masa jabatan hakim konstitusi berakhir, maka berakhir pula jabatan sebagai ketua MK.
Kemudian, Arief pun sudah dilantik jadi hakim konstitusi periode kedua yakni 2018-2023. Sementara jabatannya sebagai Ketua MK periode 2017-2020 otomatis berakhir seiring berakhirnya masa jabatan hakim konstitusi periode pertama.
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Advertisement