Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, pejabat negara diwajibkan mengajukan cuti kampanye ketika ikut serta sebagai tim kampanye dalam Pemilu 2019. Pengecualian untuk ketentuan itu adalah saat hari libur.
"Boleh sepanjang izin, jadi pejabat negara, menteri, gubernur dan wagub boleh jadi tim kampanye. Tetapi harus menaati peraturan itu," kata Wahyu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa 3 April 2018.
Kendati begitu, dia menyebut pejabat negara yang menjadi tim kampanye hanya diberikan cuti sehari dalam sepekan. Aturan tersebut sudah jelas tertera pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017.
Advertisement
Pada Pasal 63 ayat (1) telah dinyatakan bahwa gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi atau kabupaten/kota, pejabat negara lainnya atau pejabat daerah dapat ikut kegiatan kampanye dengan mengajukan izin cuti kampanye di luar tanggungan negara.
Selanjutnya pada ayat (2) yang menyatakan surat izin cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota paling lambat tiga hari sebelum pelaksanaan kegiatan kampanye.
"Di UU jelas sekali sehari, kalau lebih berarti melanggar aturan. Jelas aturannya mereka satu minggu satu kali cuti kampanye," jelas Wahyu.
Pelarangan Mantan Napi
Selain itu, Wahyu mengatakan lembaganya akan tetap mencantumkan larangan mantan terpidana kasus korupsi menjadi calon legislatif di Pemilu 2019. Dia menyebut larangan itu akan dicantumkan dalam PKPU tentang Pencalonan.
"Kami akan mendorong penyelenggaraan negara yang bersih. Kami akan mencoba lagi, tidak apa-apa jika memang rentan digugat," kata Wahyu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa kemarin.
Dia menyebut dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak disebutkan bahwa mantan narapidana kasus korupsi dilarang mendaftar sebagai caleg karena dianggap bukan kejahatan luar biasa. Dalam UU Pemilu yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa, yakni pedofil dan narkoba.
"Kami menyadari dalam UU jelas kategori kejahatan luar biasa hanya dua. Tapi kami buat terobosan bahwa koruptor juga kejahatan luar biasa yang perlu mendapatkan perlakuan khusus," jelas Wahyu.
Advertisement