Liputan6.com, Jakarta - "Dengan ini dari lubuk hati yang paling dalam, saya mohon maaf lahir dan batin kepada umat Islam Indonesia, khsususnya bagi yang merasa tersinggung dan berkeberatan dengan puisi 'Ibu Indonesia".
Pernyataan ini merupakan penggalan ungkapan maaf Sukmawati Soekarnoputri, lantaran puisi karyanya berjudul "Ibu Indonesia" menuai kontroversi di masyarakat.
Puisi tersebut merupakan salah satu karyanya yang telah dibukukan dalam sebuah buku kumpulan puisi dengan judul yang sama, dan diterbitkan pada 2006 silam. Namun demikian, pro kontra baru muncul ketika dia membacakannya dalam acara yang dibacakan dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018.
Advertisement
Setelah sempat menghilang usai puisinya menuai pro dan kontra, Sukmawati pun akhirnya memberi klarifikasi. Selain meminta maaf kepada masyarakat, Sukmawati menjelaskan kalau dirinya tidak mempunyai niat menghina umat Islam lewat puisi tersebut.
"Saya mewakili pribadi, tidak ada niatan untuk menghina umat Islam Indonesia dengan puisi 'Ibu Indonesia'," kata Sukmawati di Restoran Warung Daun, Jakarta Pusat, Rabu (4/4/2018).
Putri proklamator Bung Karno itu mengatakan, dirinya adalah seorang muslim yang bersyukur dan bangga dengan keislamannya. Dia juga menuturkan dididik oleh ayahnya, Sukarno, dengan jiwa Islam.
"Saya adalah seorang muslimah yang bersyukur dan bangga akan keislaman saya," kata Sukmawati.
Menurut dia, puisi tersebut adalah bentuk dari refleksi keprihatinan, terkait rasa wawasan kebangsaan dan dirangkum demi menarik perhatian anak bangsa untuk tidak melupakan jati diri Indonesia.
"Puisi 'Ibu Indonesia' ini ditulis sebagai refleksi dari keprihatinan saya tentang rasa wawasan kebangsaan dan saya rangkum semata-mata untuk menarik perhatian anak-anak bangsa untuk tidak melupakan jati diri Indonesia asli," ujar Sukmawati.
Puisi tersebut, kata dia, merupakan bentuk dari upaya mengekspresikan melalui suara kebudayaan.
"Saya pun tergerak oleh cita-cita untuk semakin memahami masyarakat islam nusantara yang berkemajuan sebagai cita-cita Bung Karno. Dalam hal ini, Islam yang bagi saya begitu agung, mulia dan indah," tambah Sukmawati.
Dia juga menjelaskan, puisi tersebut adalah bentuk dari penghargaan untuk ibu pertiwi. Yang selalu rukun dan damai.
"Puisi itu juga merupakan bentuk penghormatan saya terhadap Ibu Pertiwi Indonesia yang begitu kaya dengan tradisi kebudayaan dalam susunan masyarakat Indonesia. Begitu berbineka namun tetap tunggal ika," ungkap Sukmawati.
Â
Suara Kecewa
Kendati telah meminta maaf, ungkapan kekecewaan sejumlah elemen masyarakat tetap disuarakan kepada Sukmawati. Persaudaraan Alumni 212 yang telah melaporkan Sukmawati ke polisi mengaku tetap akan melanjutkan laporannya kendati Sukmawati telah mengakui kesalahannya.
"Saya tidak pada tempatnya mewakili Allah untuk memaafkan itu, tapi kalau pribadi bisa saya memaafkan, tapi proses hukum sudah berjalan dan tidak akan dicabut, tidak," tegas Dedi Suhardadi, mewakili Persaudaraan Alumni 212 di Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (4/4/2018).
Dia mengatakan, ujaran puisi Sukmawati mencederai hati umat Islam. Sukmawati menyinggung soal cadar dan azan dalam puisinya.
Menurut Dedi, azan adalah alunan yang sangat merdu dan tak bisa ada bandingnya dengan apa pun. Hal serupa juga berlaku pada cadar, yang bagi muslimah merupakan syariat menutup aurat.
"Saya kira bagi Anda yang muslim sakit enggak? Sakit!," tanya Dedi sambil diikuti gema takbir simpatisan. Ia meminta polisi segera menindaklanjuti laporan terhadap Sukmawati.
Dedi bahkan mengaku pihaknya telah tetapkan akan menggalang massa untuk menyuarakan aspirasi kasus ini lewat aksi demo. Hari Jumat, 6 April 2018 diagendakan menjadi jadwal mereka dengan titik aksi Masjid Istiqlal menuju Gedung Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat.
Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Saadi mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan puisi yang dibacakan oleh Sukmawati Soekarnoputri. Dia menuturkan, seharusnya Sukmawati lebih bijak dalam memilih diksi.
"Sehingga tidak membuka ruang interpretasi yang dapat menimbulkan kesalahpahaman dan ketersinggungan pihak lain, khususnya muslim, karena masalahnya menyangkut hal yang sangat sensitif, yaitu tentang ajaran agama," ucap Zainut dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Oleh karena itu, lanjut dia, MUI akan mengundang Sukmawati untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan atas puisi yang dibacakannya tersebut. MUI ingin mengetahui maksud yang terkandung di dalam puisi itu serta mencari solusi.
"Sehingga persoalannya tidak semakin gaduh dan melebar ke mana-mana, dan segera dapat dicarikan solusinya," kata Zainut.
Pihaknya meminta kepada masyarakat, khususnya umat Islam, agar tetap tenang dan tidak terpengaruh untuk melakukan tindakan melanggar hukum. Sebab, hal itu justru akan menodai ajaran Islam yang sangat luhur.
"Islam mengajarkan kepada muslim untuk melakukan proses tabayun (klarifikasi) dalam setiap menerima berita. Islam mengajarkan kepada umat muslim untuk menolong saudaranya yang berbuat zalim dan juga yang dizalimi. Dan ajaran Islam juga mengajarkan kepada kita semuanya untuk saling berwasiat dan menasihati dalam masalah kebaikan dan kesabaran. Mari kita amalkan ajaran Islam yang mulia itu, dan semoga Allah SWT menolong kita," ujar Zainut.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:Â
Advertisement
Maaf Untuk Sukma
Sikap berbeda justru disampaikan oleh Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini meyakini Sukmawati tidak bermaksud menghina atau melecehkan Islam melalui puisinya.
"Saya yakin tidak ada iktikad atau niatan sedikit pun dari beliau melecehkan atau menghina, Beliau itu beragama Islam," kata Lukman di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Menurut Lukman, puisi Sukmawati merupakan karya dari dalam pikiran seseorang. Ide itu merupakan buah pikiran dari apa yang dirasakan, kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan atau puisi. Akan tetapi, Lukman mengakui bahwa puisi Sukmawati itu menimbulkan interpretasi yang beragam.
"Jadi memang yang paling mengerti apa isi puisi dan maksud puisi ya si pembuatnya, karena kita bisa berbeda-beda memahami itu," ucap Lukman.
Senada dengan Lukman, Ketua DPR RI banbang Soesatyo meminta agar publik memaafkan Sukmawati. Pria yang biasa disapa Bamsoet ini juga menyarankan mastarakat tidak menggelar aksi-aksi untuk Sukmawati.
Apalagi saat ini tujuan agar putri Bung Karno meminta maaf telah tercapai.
"Sebaiknya dimaafkan dan itu tidak boleh terulang lagi. Tidak perlu lagi aksi-aksi massa, karena tujuannya sudah tercapai. Ibu Sukma sudah minta maaf," kata politikus Partai Golkar itu.
Kendati demikian, Bamsoet mengimbau agar kejadian tersebut dapat dijadikan pembelajaran. Sehingga tidak menyinggung ataupun membandingkan isu yang sensitif.
"Kita sudah sepakat bahwa kita ini pluralisme dan saling menghargai ajaran masing-masing. Dan saya yakin juga itu bukan sikap Bung Karno, tapi pribadi dari Bu Sukmawati," jelas Bamsoet.
Pembelaan justru disampaikan Ketua Setara Institute Hendardi. Dia menilai tidak puisi Sukmawati Soekarnoputri jika dibaca dengan teliti, tidak ada substansi yang benar-benar bermasalah dari sisi SARA. Puisi yang menuai kontroversi tersebut merupakan ekspresi seni.
"Puisi Sukmawati yang sangat verbalis itu merupakan ekspresi seni yang memiliki derajat kebenaran faktual memadai, karena justifikasi faktualnya sebenarnya memang ada," ucap Hendardi melalui keterangan tertulis yang diterima pada Rabu (4/4/2018).
Meski demikian, dalam situasi sosial yang terbelah, isu semacam ini menjadi pemantik yang efektif untuk kembali membelah masyarakat. Apalagi di tengah kontestasi politik Pilkada 2018, Pileg, dan Pilpres 2019. Politisasi dipastikan akan menguat.
"Agar tidak menguras energi publik dalam kontroversi ini, klarifikasi yang dilakukan keluarga Sukarno (melalui penjelasan Guntur Sukarnoputra) diharapkan bisa meredakan situasi. Jika diperlukan Sukmawati juga bisa memberikan penjelasan," ungkap Hendardi.
Dia mengutarakan kepada semua pihak, bahwa due process of law tuduhan kasus-kasus penodaan agama, sebagaimana diatur dalam UU No 1/PNPS/1965 sebagai genus Pasal 156a KUHP, mesti dilakukan secara bertahap, dengan peringatan dan teguran.
"Pilihan pemidanaan adalah opsi terakhir yang bisa ditempuh setelah proses klarifikasi itu dilakukan dan peringatan diabaikan," tegas Hendardi.
Pendekatan Di Luar Pengadilan
Terkait dengan pelaporan terhadap Sukma, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengaku pihaknya telah menerima dua laporan terkait puisi Sukmawati. Sebelum masuk ke ranah pidana, Polisi masih berupaya menggunaka pendekatan restorative justice.
"Artinya penyelesaian di luar pengadilan. Itu bisa kalau memang nanti dilakukan, kita bisa melakukan itu. Seandainya nanti misalnya ada pencabutan, ada musyawarah nanti kita akan di situ," kata Argo di Markas Polda Metro Jaya, Rabu (4/4/2018).
Restorative justice merupakan suatu pendekatan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Namun, ujarnya, apabila memang tak ditemukan titik temu antara dua pihak, kepolisian akan menindaklanjuti laporan atas Sukmawati tersebut.
"Tapi kita cek kita gelarkan apakah nanti setelah melakukan pemeriksaan apakah ada unsur pidana atau tidak disitu," ujar Argo.