Sukses

Kasus Suap RAPBD Jambi, 3 Terdakwa Dituntut 2,5 Tahun Penjara

Dalam tuntutan jaksa itu, ketiga terdakwa terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu, yakni memberi uang tunai Rp 3,4 miliar.

Liputan6.com, Jakarta Tiga orang mantan pejabat Jambi yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RABD) Jambi 2018 dituntut hukuman penjara selama 30 bulan atau 2,5 tahun penjara.

Tuntutan itu dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jambi, Rabu 4 April 2018.

Dalam sidang itu, jaksa Feby membacakan satu per satu tuntutan ketiga terdakwa. Mereka adalah mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi Erwan Malik, mantan Asisten III Saipudin, dan mantan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arfan.

Dalam tuntutan jaksa itu, ketiga terdakwa terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu, yakni memberi uang tunai Rp 3,4 miliar kepada penyelenggara negara yaitu kepada anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019.

Pemberian uang tersebut bertujuan agar anggota DPRD Provinsi Jambi memperlancar pembahasan dan menyetujui pengajuan RAPBD Jambi 2018.

Atas perbuatannya, ketiga terdakwa dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 5 ayat 5 serta Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa adalah perbuatan ketiga terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi dan hal yang meringankan mereka adalah jujur, sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum," ujar jaksa Feby membacakan tuntutan ketiga terdakwa.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Fakta Persidangan

Berdasarkan surat tuntutan jaksa itu, terungkap sejumlah fakta persidangan. Bahwa kasus itu bermula pada 21 Agustus 2017, saat Gubernur Jambi Zumi Zola menyampaikan Nota Pengantar Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Rancangan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Tahun Anggaran 2018 kepada DPRD Provinsi Jambi.

Untuk memperlancar pembahasan RAPBD 2018 dan disetujui seluruh anggota dewan, ketiga terdakwa Erwan Malik selaku Pelaksana Tugas Sekda Provinsi Jambi dan Arpan selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Jambi mengadakan pertemuan dengan Ketua DPRD Jambi, Cornelis Buston di ruang kerjanya.

Dalam pertemuan itu dewan menyampaikan adanya permintaan uang "ketok palu" untuk anggota DPRD Provinsi Jambi guna persetujuan Raperda APBD Provinsi Jambi 2018 menjadi Perda APBD Provinsi Jambi 2018.

Kemudian dalam pertemuan dibahas mengenai nilai uang yang akan diberikan oleh pihak eksekutif atau Pemerintah Provinsi Jambi kepada anggota DPRD Provinsi Jambi.

Selanjutnya disepakati oleh masing-masing anggota DPRD Provinsi Jambi akan menerima uang sebesar Rp 100 juta.

Menindaklanjuti permintaan uang "ketok palu" itu, terdakwa melaporkannya kepada Gubernur Jambi, yang selanjutnya memerintahkan terdakwa Erwan Malik untuk berkoordinasi dengan Asrul Pandapotan Sihotang, selaku orang dekat sekaligus kepercayaan gubernur.

Setelah pertemuan dengan Asrul, terdakwa Erwan Malik bersama Arfan kembali menemui Cornelis Buston di ruang kerjanya dan menyampaikan bahwa uang "ketok palu" untuk anggota DPRD Provinsi Jambi akan segera diberikan.

Total uang yang harus disiapkan sebesar Rp 5 miliar. Uang tersebut dikumpulkan oleh para terdakwa dari sejumlah SKPD atau instansi daerah sebesar Rp 77 juta. Selebihnya didapat dari pengusaha yang mengerjakan proyek di Provinsi Jambi.

Selanjutnya pada Senin 27 November 2017 sekitar jam 10.00 WIB, bertempat di rumah terdakwa Arpan di Kelurahan Paal Lima Kecamatan Kotabaru, Kota Jambi, diadakan pertemuan dengan Nusa Suryadi dan Ali Tonang alias Ahui dengan maksud untuk membicarakan uang "ketok palu" yang kemudian disetujui oleh Ahui untuk menyerahkan Rp 5 miliar untuk kemudian dibagikan ke anggota dewan.

Saat uang tersebut tengah dibagikan ke anggota dewan, tim KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada ketiga terdakwa dengan barang bukti uang senilai Rp 3,4 miliar pada 28 November 2017.Â