Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyatakan bakal mempelajari terlebih dahulu kasus dugaan suap pengucuran Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Kementerian Tenaga Kerja dan Tramigrasi pada 2011 atau yang dikenal dengan kasus 'kardus durian'.
Kasus 'kardus durian' itu diketahui menyeret nama mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, yang kini menjabat sebagai Ketua Umum PKB dan Wakil Ketua MPR.
Baca Juga
"Coba saya pelajari dulu ya seperti apa itu kasusnya," kata Saut saat dikonfirmasi, Kamis (5/4).
Advertisement
Kasus 'kardus durian' ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK, pada 25 Agustus 2011.
Saat itu, penyidik KPK menangkap dua anak buah Cak Imin, yakni Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans, Dadong Irbarelawan.
Selain menangkap dua anak buah Cak Imin saat itu, penyidik KPK juga menciduk Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati yang baru saja mengantarkan uang Rp1,5 miliar ke kantor Kemenakertrans. Uang itu dibungkus menggunakan kardus durian.
Uang tersebut merupakan tanda terima kasih karena PT Alam Jaya Papua telah diloloskan sebagai kontraktor DPPID di Kabupaten Keerom, Teluk Wondama, Manokwari, dan Mimika, dengan nilai proyek Rp73 miliar.
Pada persidangan di 2012, Dharnawati mengatakan uang Rp 1,5 miliar dalam kardus durian itu ditujukan untuk Cak Imin. Namun, Cak Imin membantah, baik di dalam atau luar persidangan.
Saut melanjutkan bahwa pihaknya perlu hati-hati untuk mengusut keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, termasuk Caki Imin yang disebut-sebut akan menerima uang Rp 1,5 miliar itu.
"Karena sebut-menyebut nama yang makin fenomenal itu harus kami sikapi dengan kehati-hatian. Namun harus firm dan prudent tentunya," tutur Saut.
Â
Ada Bukti
Menurut Saut, yang paling penting untuk KPK adalah hukum pembuktian atas perbuatan seseorang dalam suatu tindak pidana korupsi. Sehingga, kata dia pihaknya harus membuktikan ada peristiwa pidananya dalam kasus korupsi.
"Jadi harus bisa membuktikan bahwa ada peristiwa pidananya lebih dahulu, tidak hanya sebatas disebut kemudian reaktif," tuturnya.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement