Sukses

JK Minta Pemecatan Dokter Terawan Dikaji Ulang

Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengaku pernah menjalani pengobatan dengan dokter Terawan.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengaku pernah menjalani pengobatan dengan dokter Terawan. Tidak hanya JK, ada 6 orang menteri yang sudah dirawat Terawan.

"Tadi kita rapat kabinet di Istana Negara. Rapat kabinet terbatas 10 menteri. Saya tanya berapa yang dirawat dokter Terawan. dari 10 itu 6 termasuk saya. Jadi Menteri saja dari 10 ada 6," kata JK di Gedung Palang Merah Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (6/4/2018).

Dia pun menilai dokter Terawan lebih banyak memberi manfaat. Salah satunya yang merasakan yaitu Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno yang dibantu tepat waktu oleh dokter Terawan.

"Saya kira lebih banyak sekali manfaat. Pak Tri itu termasuk orang yang dibantu tepat waktu oleh Pak Terawan," kata JK.

Oleh karena itu dia menyarankan agar pemecatan dokter Terawan dikaji kembali. Lantaran metode dokter Terawan membantu banyak orang.

"Kita enggak begitu. Ya di internal dikaji dengan baik," tambah JK.

2 dari 2 halaman

Dipecat IDI

Sebelumnya, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) memberi sanksi ke dokter Terawan. Surat ditandatangani Ketua MKEK Pusat DR Dr Prijo Sidipratomo SpRad (K). Isinya terkait dugaan pelanggaran etik kedokteran berat yang telah dilakukan Terawan.

MKEK menduga dokter yang identik dengan terapi Brain Washing melalui metode diagnostik Digital Substraction Angiography (DSA) itu sudah berlebihan dalam mengiklankan diri. Menurut MKEK, tidak sepatutnya dokter Terawan mengklaim tindakan cuci otak itu sebagai tindakan pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif) stroke iskemik.

Alasan lain yang memperkuat MKEK menjatuhkan sanksi itu karena dokter Terawan diduga menarik bayaran dengan nominal yang tidak sedikit. Selain itu, menurut MKEK, janji-janji dokter Terawan akan kesembuhan setelah menjalankan tindakan cuci otak (brain washing). Padahal, terapi tersebut belum ada bukti ilmiah atau Evidence Based (EBM).

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka.com