Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyampaikan, pihaknya belum memberikan sinyal untuk mengusung mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo sebagai calon wakil presiden (cawapres). Walaupun, nama Gatot digadang-gadang maju sebagai cawapres di Pilpres 2019.
"Gatot cukup dewasa, ngapain kita tarik-tarik," tutur Surya Paloh usai peresmian Kantor DPW Partai Nasdem di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (7/4/2018).
Menurut Surya Paloh, tidak ada salahnya Gatot Nurmantyo menawarkan diri untuk maju sebagai cawapres. Sebagai warga negara, seorang purnawirawan pun memiliki hak konstitusi untuk maju dalam ajang Pilpres 2019.
Advertisement
"Keinginan sih belum ada (menarik ke Partai Nasdem). Tapi Gatot teman saya kan, gitu. Keinginan belum ada, tapi teman," jelas dia.
Meski begitu, dia tidak menampik adanya komunikasi dengan Gatot usai pensiun dari prajurit militer aktif. Namun dia enggan membeberkan bentuk komunikasi antar keduanya.
"Adalah (komunikasi). Gatot sebagai Panglima TNI sudah temenan, apalagi dia bukan panglima kan teman juga," Surya Paloh menandaskan.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Gatot Bisa Dongkrak Suara Jokowi?
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tidak yakin mantan Panglima TNI Jenderal TNI (purnawirawan) Gatot Nurmantyo bisa mendongkrak elektabilitas Joko Widodo atau Jokowi, jika dipasangkan menjadi cawapres mantan Gubernur DKI itu di Pemilihan Presiden 2019.
"Masih dipertanyakan apakah akan menambah elektabilitas dari sisi umat Islam, jika misalnya menjadi pasangan Pak Jokowi. Sebab elektabilitas di mainstream umat Islam tidak tergantung cawapresnya Pak Gatot atau bukan," ucap Sekjen PPP Arsul Sani di kompleks DPR/MPR, Jakarta, Rabu 4 April 2018.
Menurut Arsul, kehadiran Gatot sekarang ini hanya diasumsikan seolah-olah menjadi capres yang melawan Jokowi, sehingga banyak diidolakan.
"Mainstream Islam itu kan NU dan Muhammadiyah. Pak Gatot itu kemudian ditokohkan, diidolakan itu karena diasumsikan akan menjadi capres yang berlawanan dengan Pak Jokowi. Bahwa ada di Muhammadiyah ada di NU, iya ada. Tapi kan mayoritas tidak," jelas Arsul.
Advertisement