Sukses

Soal Kasus Prita, Kejagung Belum Bersikap

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku belum berani mengambil sikap atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Prita Mulyasari bersalah karena telah mencemarkan nama baik Rumah Sakit (RS) Omni Internasional.

Liputan6.com, Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku belum berani mengambil sikap atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Prita Mulyasari bersalah karena telah mencemarkan nama baik Rumah Sakit (RS) Omni Internasional.

Kepala Pusat Penerangan Hukum, Noor Rachmad mengatakan Pihak Kejaksaan Negeri Tangerang sampai saat imi belum menerima salinan putusan resmi dari MA.

"Maka jaksa belum bisa menggambil sikap karena belum tahu bunyi putusan MA tersebut," Kata Noor Rachmad di Gedung Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta, Senin (11/7).

Ia berjanji, pihaknya akan mengambil sikap jika sudah menerima putusan MA yang mengatakan jika Prita Mulyasari bersalah karena telah mencemarkan nama baik Rumah Sakit Omni tersebut.

"Tentunya nanti kalau sudah diterima, maka nanti akan bisa diambil sikap. Sepanjang belum melihat secara nyata bunyi putusannya, selama itu kita belum bisa ambil sikap," terang Noor.

MA dalam putusannya mengabulkan permohonan kasasi dari kejaksaan yang menyatakan, Prita terbukti melakukan pencemaran nama baik RS Omni Internasional melalui surat elektronik. Dengan Hukuman 6 bulan penjara dengan 1 tahun masa percobaan. Namun hingga saat ini kejaksaan urung mendapatkan salinan tersebut.

"Nah itu tanya ke MA (salinan putusan), itu menjadi domain MA kenapa sampai hari ini belum diterima (jaksa)," ucap Noor.

Noor menambahkan, setelah pihaknya menerima putusan tersebut, mereka lebih dulu akan mempelajari untuk melaksanakan langkah-langkah selanjutnya. "Sampai saat ini, kita belum mengetahui pertimbangannya," ucap mantan Kejati Gorontalo tersebut.

Sekadar mengingatkan, pada 29 Desember 2009, majelis hakim PN Tangerang memutus bebas Prita. Majelis menganggap Prita tidak terbukti dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut, yakni Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (3) UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Pasal 310 ayat (2) KUHP, atau pasal 311 ayat (1) KUHP.

Penuntut umum dalam requisitor-nya menyatakan Prita terbukti melakukan tindak pidana pencemaran nama baik melalui surat elektronik yang dikirim terdakwa pada sejumlah temannya. Namun, majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum dan malah membebaskan Prita. Sehingga, penuntut umum mengajukan kasasi meski upaya kasasi itu sempat dikecam berbagai pihak.(MEL)