Sukses

Pengamat: KPU Tak Perlu Atur Mantan Napi Koruptor Nyaleg

Penolakan masih muncul atas niatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang mantan narapidana korupsi untuk maju sebagai calon legislatif (caleg) pada Pemilu 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Penolakan masih muncul atas niatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang mantan narapidana korupsi untuk maju sebagai calon legislatif (caleg) pada Pemilu 2019. Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago menilai KPU lebih baik berkonsentrasi pada penyelenggaraannya.

"KPU tidak perlu melarang soal itu, KPU lebih baik fokus pada tugas penyelenggaraan pemilu yang profesionalitas, independen, integritas, dan adil," kata Pangi dalam siaran pers diterima Liputan6.com, Jakarta, Sabtu (7/4/2018).

Menurut dia, pencabutan hak politik seorang warga negara hanya bisa dilakukan oleh pengadilan melalui putusan majelis hakim. Bukan lewat aturan KPU.  

"Jadi kan yang mengatur dan menyiapkan regulasi kan institusi lain. Jadi KPU fokus saja penguatan penyelenggaraan pemilu," ujar Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini.

Meski demikian, lulusan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) ini tetap mendukung langkah pencegahan yang terhadap korupsi. Hal ini demi terciptanya efek jera bagi koruptor.

"Jadi KPU cukup memberi imbauan dan meminta kepada Parpol untuk menghadirkan dan mengirim Caleg bersih, bukan mantan napi korupsi yang jelas sudah terbukti mengkhianati rakyat dan negara," Pangi menutup.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Hanya Tambahan

Sebelumnya, dijelaskan Komisioner KPU Wahyu Setiawan aturan baru soal larangan mantan napi korupsi nyaleg, adalah sesuatu yang ditambahkan dalam PKPU. KPU mengklaim tidak ada beleid yang dilanggar.

"Jadi kita tidak bertabrakan, kita menambah (saja). Yang kejahatan seksual terhadap anak tetap (tidak diperbolehkan), yang narkoba tetap (tidak diperbolehkan). Nah, kita menambah korupsi," ucap Wahyu, di Gedung KPU Pusat, Jakarta Pusat, Rabu 4 April 2018.