Liputan6.com, Jakarta Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), untuk menyederhanakan prosedur tanpa menghilangkan prinsip penggunaan TKA selektif untuk memenuhi jabatan-jabatan yang memerlukan kompetensi khusus dan dalam rangka perluasan kesempatan kerja.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri Perpres TKA menyederhanakan dari segi prosedur, birokrasi dan mekanismenya tanpa menghilangkan syarat kualitatif TKA-nya.
“Semangat dari Perpres yang akan keluar ini adalah prosedur perizinan TKA agar lebih cepat dan lebih responsif terhadap perkembangan zaman termasuk dengan munculnya jenis-jenis pekerjaan baru, “ kata Menaker Hanif saat berdialog di Metro TV Jakarta, Senin (9/4/2018).
Advertisement
Menteri Hanif menjelaskan salah satu penyederhanaan birokrasi tersebut dengan menghilangkan rekomendasi dari Kementerian/Lembaga (K/L) yang selama ini memerlukan waktu yang cukup lama sehingga nantinya perizinan TKA ada di Kementerian Ketenagakerjaan dan Ditjen Imigrasi.
Perpres tersebut merupakan simplifikasi aturan dari beberapa K/L, Keberadaan tenaga kerja pendamping merupakan kunci proses alih teknologi, pengetahuan dan keahlian yang berguna untuk meningkatkan kompetensi dan keahlian bagi pekerja.
“Intinya, semua hal terkait soal perizinan bukan hanya soal TKA, tapi juga perizinan tenaga kerja di dalam negeri. Misalnya isu Pekerja Migran Indonesia (PMI) mau keluar negeri, ini juga kita reformasi, Jangan sampai orang mau bekerja keluar negeri, butuh waktu bertele-tele dan panjang. Sementara secara kualitatif dia memenuhi syarat untuk bekerja keluar negeri, " ujar Menteri Hanif.
Menaker Hanif mengungkapkan Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang TKA disusun untuk meningkatkan investasi yang pada gilirannya nanti akan memperluas kesempatan kerja di Indonesia.
Menteri Hanif meyakini masuknya investasi akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja pada berbagai tingkat ketrampilan/keahlian termasuk keahlian khusus yang belum/tidak dimiliki TKI.
“Kebutuhan tersebut dipenuhi dengan memanfaatkan TKA profesional dari luar negeri, “ katanya.
Ditegaskan Hanif Perpres Nomor 20 Tahun 2018 selain menyederhanakan prosedur dan persyaratan tetap ketat, juga untuk meningkatkan daya saing, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, kepastian berusaha, mengurangi ekonomi yang tinggi dan efisiensi administrasi.
“Dalam Perpres tersebut diatur pengaturan baru masuknya TKA akan mempermudah prosedur dan ketenangan berinvestasi di Indonesia dengan kepastian hukum dan berusaha bagi investor dan TKA. Namun persyaratan dan ketentuan tetap ketat, “ ujar Menteri Hanif.
Berdasarkan data, Peringkat kemudahan berbisnis atau ease of doing business (EoDB) Indonesia kini berada pada peringkat ke-72 dari total 190 negara, hal ini berdasarkan laporan Indeks Kemudahan Berbisnis 2018 yang dirilis oleh Bank Dunia pada awal November 2017.
Peringkat EoDB Indonesia masih berada di bawah Singapura yang menduduki peringkat 2 dengan nilai 84,57, dan beberapa negara ASEAN lainnya. Contohnya Malaysia di peringkat 24 dengan nilai 78,43, Thailand 26 dengan nilai 77,44, dan Brunei Darussalam di posisi 56 dengan nilai 70,60, dan Vietnam di posisi 68 dengan nilai 67,93.
Kemudahan berbisnis dapat mempengaruhi iklim usaha di suatu Negara. Sektor swasta menjadi mampu berkembang dengan lebih baik lagi, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.
Indonesia perlu melakukan upaya untuk mendongkrak kualitas kemudahan berbisnis agar bisa bersaing dengan negara-negara lain. Salah satu upaya yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan penyederhanaan regulasi perizinan penggunaan TKA di Indonesia tadi.
Lebih lanjut, Menteri Hanif mengatakan adanya Pepres KTA tersebut juga tak akan membuat banjirnya TKA, karena tidak semua jabatan bisa diduduki oleh TKA. Hanya jabatan-jabatan tertentu seperti komisaris, direksi dan jabatan-jabatan keahlian di Indonesia yang masuk.
Menaker Hanif mengatakan pekerja asing hanya boleh menduduki jabatan-jabatan tertentu yang terbatas dan bersifat skilled, paling rendah adalah engineer atau teknisi. Pekerja kasar tidak boleh dan jika ada maka sudah pasti merupakan pelanggaran. “Kalau ada pelanggaran ya ditindak, termasuk tindakan deportasi, “ ujar Menteri Hanif.
Bagi pekerja asing, tidak akan bebas bekerja di Indonesia, karena pemerintah lanjut Menteri Hanif mengendalikan melalui perizinan dan syarat-syarat masuk cukup ketat. Diantaranya syarat kompetensi, syarat pendidikan sesuai jabatan, pengalaman kerja, syarat alih keahlian kepada tenaga kerja Indonesia, ditambah sejumlah syarat administratif lainnya.
Pada akhirnya, Menaker Hanif mengajak masyarakat tidak perlu khawatir dan terpengaruh informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan menyusul terbitnya Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang penggunaan TKA. Yang pasti, Perpres bukan bertujuan untuk membebaskan TKA, tapi sekedar memudahkan prosedur, birokrasi sehingga investasi makin banyak dan lapangan kerja makin tercipta. “Lapangan kerja tercipta, pasti untuk rakyat Indonesia, bukan untuk yang lain, “ katanya.
Â
(*)